Tampilkan postingan dengan label OrangIndonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OrangIndonesia. Tampilkan semua postingan

I La Galigo, Warisan, dan Nilai Luhur


Catatan Diskusi Sastra yang diadakan Komunitas Paqrimpungan, sebuah komunitas yang cinta pada seni dan sastra, hadir sebagai pembicara Aminunding Ram penulis prosa “I La Galigo” berjilid, di Sekretariat PK. identitas Universitas Hasanuddin, Senin (30/1).

Negeri ini boleh berbangga, sebuah epos lahir dari tanah sendiri. Ialah I La Galigo mendapat penghargaan oleh Badan Dunia UNESCO sebagai warisan dunia dan diberi anugerah Memory of The Wold 2011. Karya Sastra terpanjang ini mengalahkan Mahabarata dari India dan Hemesros dari Yunani. I La Galigo adalah salah satu keunikan masyarakat Bugis Makassar, keunikan Indonesia, keunikan dunia yang sekian lama telah dilupakan.

Karya ini sejatinya menjadi warisan dunia bukan hanya tahun 2011 namun tercatat sepanjang masa, maka harus dijaga penduduk dunia, secara nasional apalagi sebagai Masyarakat Bugis. Selain itu, pengakuan dunia ini mesti menjadi kebanggaan tersendiri bangsa Indonesia karena nyatanya nenek moyang kita pernah memiliki peradaban besar yang terdapat dalam kisah I La Galigo. Kebanggan yang perlu disadari sebenarnya bukan saja dilihat secara empirik sebagai karya sastra, melainkan banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara tidak lansung menjadi kiblat karakter Masyarakat Bugis. Hal ini menambah kekayaan budaya bangsa.

I La Galigo baru mencuat tahun 2000-an setelah ‘juru kunci’ H. Muhammad Salim (alm.) membukanya dengan cara menerjemahkan Bahasa Bugis klasik tersebut. Karya I La Galigo semakin hebat setelah ditransformasi ke dalam bentuk teater, disutradarai oleh Robert Wilson atas bantuan tokoh-tokoh dari Bugis Makassar seperti H. Muhammad Salim (alm.), Andi Pangeran, Fachruddin (alm), dsb kemudian dipentaskan di beberapa negara.

Selain itu, para budayawan I La Galigo berusaha melakukan pelestarian, salah satunya dengan cara menuliskan dalam beberapa bentuk karya sastra seperti saduran dan prosa. Namun karya ini diprediksi masih lebih panjang, pecahan-pecahannya masih dicari, diperkirakan masih bertebaran di masyarakat Celebes. Untuk sementara yang ditemukan masih sejumlah 12 jilid.

Buku “I La Galigo” berjilid karya Nunding Ram dkk. dibuat sederhana dari karya sastra I La Galigo sebenarnya, jumlah halaman dikurangi, namun tema dan amanah tetap terjaga. Isi I La Galigo berbicara kosmologi masyarakat Bugis, bagaimana alam diciptakan. Ada Bottilangi tempat para dewa, kolong langi, dan perettiwi.

Pada jilid ke empat dikisahkan asal muasal pelayaran tokoh utama yakni Sawerigading ke negeri Cina menemui jodohnya We Cudai. La Maddukelleng nama lain dari Sawerigading jatuh cinta kepada adik kembarnya We Tenriabeng. To Palanroe mengharamkan pernikahan mereka sebagai kembar siam, jika keduanya menikah maka akan terjadi bencana. Batara Guru ayah dari Sawerigading pun tak mengizinkan hal tersebut terjadi, namun ia tak mau melihat anaknya bersedih, maka dipanggillah seluruh penduduk negeri untuk memberikan solusi. Keturunan orang Rualette dan tunas orang Perettiwi yang menjelma ini pun ditunjukkan oleh Bissulolo sebutan lain dari We Tenriabeng menikahi We Cudai yang berada di negeri Cina, ia sama cantiknya dengan Bissulolo.

Singkat cerita, Sawerigading ditemani sepupunya berlayar, La Massaguni seorang yang gagah berani dalam berperang, La Pananrang adalah seorang yang menjadi juru bicara perdamaian. Mereka menggunakan wangkang (perahu) besar dan megah bersama para awaknya. Selama perjalanan, ada tujuh perompak besar menghalangi perjalanan mereka. Namun tujuan Sawerigading untuk menemui jodohnya bukan berperang, sehingga setiap pemimpin kapal yang ditemui diperjalanan diajak untuk berunding terlebih dahulu, Sawerigading melalui La Pananannrang mengajak mereka untuk melakukan diplomasi, ia menawarkan berbagai hal untuk menghindari peperangan termasuk harta kekayaan yang berlimpah di wangkang emas mereka. Namun ternyata tunas paduka dari kayangan ini menjadi incaran para perompak. Namanya sudah terkenal sebagai manurunnge yang tak terkalahkan, hal itulah yang mengundang para perompak untuk mengalahkannya dalam peperangan.

Dalam sepenggal cerita ini, kita bisa memetik beberapa hal. Misalnya nilai siri’ yang dijunjung tinggi Sawerigading, bahwa ia tak sembarangan mencabut badik. Hanya orang-orang yang mengganggu kehormatannya barulah ia mencabut badiknya. Dulu, orang Bugis Makassar sangat identik menggunakan badik dipinggangnya. Badik salah satu simbol kejantanan pria. Badik digunakan untuk mengawal dan menegakkan kebenaran serta kehormatan. Penggunanya menjujung perilaku siri’, badik tidak sembarang dicabut, ia keluar pada saatnya.

Selanjutnya, peperangan adalah jalan terakhir menyelesaikan persoalan, ia melakukan perundingan atau menawarkan diplomasi untuk menghidari pecahnya perang. Selanjutnya, Sawerigading adalah orang yang kekeuh terhadap pendiriannya, ia berlayar mengarungi samudera luas meskipun maut menghadangnya demi menemukan We Cudai.

Namun hal yang belum dijelaskan secara khusus dalam I La Galigo adalah kehidupan masyarakat di luar istananya. Secara sosiologi, tentu kehidupan istana pun akan melakukan ‘sentuhan’ dengan orang-orang di luar istana. Pun tentang struktur sosial, interaksi sosial, dan perilaku masyarakat pada masa tersebut.

Hal ini berkemungkinan bahwa I La Galigo adalah sebuah kronik yang menceritakan asal muasal keturunan. Di dalamnya lebih diceritakan kisah orang-orang bangsawan. Layaknya masyarakat Inggris atau England. England berasal dari kata ‘angels’ berarti malaikat. Masyarakat bugis mengenalnya sebagai ‘manurunnge’ atau yang turun dari langit, orang-orang yang lahir di tanah England sangat menjunjung asal muasal keturunan mereka (feodalisme), demikian pula masyarakat Bugis dalam I La Galigo.

Satriani M. kompasiana

Surat cerai Soekarno untuk Inggit

SUKARNO INGGIT
Inggit Garnasih harus menelan pil pahit manakala sang suami Soekarno mengungkapkan keinginannya untuk menikah lagi. Tegas Inggit menolak untuk dipoligami. Akhirnya perceraian pun tak bisa dihindarkan.

Soekarno dan Inggit menikah pada tahun 1923, kala itu usia Inggit jauh lebih tua. Inggit setia mendampingi Soekarno muda yang masih berapi-api memperjuangkan kemerdekaan dari tangan kolonial.

Hampir setiap hari Soekarno yang biasa dipanggil Kusno oleh Inggit keliling Bandung untuk memberikan orasi politiknya. Tanpa mengenal lelah sedikit pun Inggit selalu menemani.

Sampai pada akhirnya, kekhawatiran Inggit menjadi kenyataan, Soekarno bersama rekannya yang baru dari Yogyakarta diturunkan di Stasiun Cicalengka, Bandung. Selanjutnya dengan pengawalan ketat polisi, Soekarno dijebloskan ke Penjara Banceuy.

Didorong rasa cinta, Inggit berulang kali mencoba membesuk, namun ditolak. Dengan setia dia menunggu sampai Soekarno bebas. Ternyata Penjara Banceuy bukanlah yang terakhir, Soekarno kemudian dibuang ke Flores, diasingkan ke Bengkulu. Dalam kondisi itu Inggit masih setia mendampingi.

Di Bengkulu, prahara rumah tangga Inggit dan Soekarno mulai terkoyak. Soekarno kepincut sosok wanita muda berparas ayu. Wanita itu bernama Fatimah. Soekarno yang terlanjur jatuh cinta, meminta izin ke Inggit untuk menikah lagi.

"Aku tidak bermaksud menyingkirkanmu. Merupakan keinginanku untuk menetapkanmu dalam kedudukan paling atas dan engkau tetap sebagai istri yang pertama, jadi memegang segala kehormatan yang bersangkutan dengan hal ini, sementara aku dengan mematuhi hukuman agama dan dan hukuman sipil, mengambil istri kedua agar mendapatkan keturunan," ujar Soekarno ke Inggit seperti dikutip dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.

Berbagai alasan yang diungkapkan Soekarno tak juga dapat menggoyahkan prinsip Inggit yang menolak dimadu. Akhirnya setelah hampir dua puluh tahun bersama, keduanya sepakat bercerai. Soekarno mengembalikan Inggit ke orangtuanya di Bandung.

Soekarno pun membuat surat perjanjian yang ditandatangani juga oleh Inggit. Dalam surat itu Soekarno menjatuhkan talak kedua, dan berjanji memberikan sebuah rumah, tunjangan hidup dan membayar hutang Rp 6.230 rupiah, tapi tak semua dipenuhi. Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan Hadji Mas Mansoer menjadi saksi perjanjian itu.

Kemudian, pada 1 Juni 1943, Soekarno menikahi Fatimah yang belakangan namanya diubah menjadi Fatmawati. Saat itu Fatmawati berusia 20 tahun sedangkan Soekarno berusia 41 tahun. Dari pernikahan itu mereka dianugerahi lima anak yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.

Lagi-lagi Soekarno jatuh hati pada seorang wanita. Keinginan Soekarno menikahi Hartini, ditolak oleh Fatmawati yang memang memiliki prinsip menolak dimadu. Fatmawati lebih memilih menanggalkan status ibu negara, dan hidup tenang bersama anaknya.


merdeka.com

Bagindo Aziz chan

Bagindo Aziz chan
Bagindo Azizchan lahir di Kampung Alang Laweh Padang pada tanggal 30 September 1910, dua tahun pasca pemberotakan Blasteng 1908. Sejak kecil Bagindo Azizchan sudah memperlihatkan wataknya berani dan memiliki rasa keingintahuan yang amat besar terhadap segala sesuatu tanpa tahu akan resikonya. Ia sudah terbiasa hidup disiplin dan bertanggung jawab dari orang tuanya yang merupakan seorang ambtenaar (pegawai Belanda) yang tinggal di Kampung Alang Laweh. Di kalangan teman-teman sekolahnya ia dikenal sebagai orang yang �penaik darah�, tetapi cerdik atau banyak akal.

Ia memiliki wawasan yang luas untuk tampil sebagai pemimpin. Sifat religius dan jujur tumbuh dengan kuat dalam dirinya, padahal ia bukan dari golongan santri atau surau seperti kebanyakan tokoh Minang lainya. Sifat dasar inilah yang menjadi penyemangat bagi Bagindo Azizchan dalam mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Pada tahun 1920, ia pergi merantau ke pulau Jawa dalam rangka menuntut ilmu. Saat kuliah di Jakarta, ia sangat dekat dengan Muhammad Roem dan Haji Agus Salim yang juga merupakan tokoh tua dari Sumatera Barat. Dua orang ini kemudian banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran Bagindo Azizchan dalam melakukan perjuangan.

Ia juga pernah aktif di organisasi seperti Jong Islaminten Bond pada tahun 1933, Penyadar dan sebagainya. Beliau juga ahli dan piawai membentuk organisasi-organisasi baik yang bersifat lembaga pendidikan, pemuda maupun sosial politik, seperti Persatuan Pelajar Islam se kota Padang, Perkumpulan Pemuda Pedjaka dan Lembaga Pendidikan (Volks Universiteit)

Pada tahun 1935, Bagindo Azizchan kembali ke Kota Padang. Suasana politik saat itu sedang bergejolak hebat. Bagindo Azizchan mengabdikan dirinya menjadi guru di Modern Islamische Kweekschool (MIK) yang didirikan oleh Syeikh M. Djamil Djambek di Bukittinggi. Namun hanya beberapa bulan saja ia menjadi guru di tempat itu.

Pada 17 Agustus 1945, Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Namun penjajah kolonial belum sesungguhnya hengkang dari Republik Indonesia, masih banyak terjadi gejolak pada waktu itu. Setahun setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 1946 dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim Bagindo Azizchan diangkat menjadi Walikota Padang. Dalam memimpin Kota Padang ini ia selalu bersikap tegas, seperti menolak kontak langsung dengan tentara NICA. Bagindo Azizchan menjadi sosok yang ditakuti oleh penjajah.

Pada 19 juli 1947 hari Sabtu sore menjelang Maghrib, sebuah tragedi menimpa Bagindo Azizchan. Tepatnya di simpang Kandis Sang Walikota dibunuh dengan sangat keji oleh serdadu Belanda. Sehingga keluarga, warga Padang dan Sumatera Barat merasa amat sangat kehilangan pemimpin dan pahlawan yang dicintai. Dengan peristiwa ini masyarakat Sumatera Barat memperjuangkan agar Bagindo Azizchan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Alhamdulillah, 58 tahun kepergian Bagindo Azischan, almarhum menerima penganugerahan gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputra Adiprana dengan SK Presiden RI No 082/TK/2005, tanggal 7 Nopember 2005. Penghargaan tertinggi dari negara ini telah diserahkan oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono atas nama pemerintah, yang diwakili kepada salah satu putrinya Hj Ineke Azizchan Nafis tanggal 9 Nopember 2005 di Istana Negara, Jakarta.

Tahun ini tepatnya tanggal 30 September 2010, Satu Abad Peringatan Hari Lahir Bagindo Azizchan. Walau beliau telah lama mendahului kita, namun semangat, keteladanan dan nilai-nilai kepahlawanan beliau masih terasa dalam lubuk sanubari kita hingga saat ini. Sehingga generasi bangsa yang hidup di zaman kemerdekaan ini pantas dan patut mencontoh semangat juang almarahum. (*)

Dewi Sartika (Pahlawan Dengan Tanda Jasa)

Dewi Sartika (Bandung, 4 Desember 1884 – Tasikmalaya, 11 September 1946), tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.

Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, mengajari baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.

Waktu itu Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena di waktu itu belum banyak anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.

Ketika sudah mulai remaja, Dewi Sartika kembali ke ibunya di Bandung. Jiwanya yang semakin dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong pula oleh pamannya, Bupati Martanagara, pamannya sendiri, yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu, membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namu karena kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.

Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru.

Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu

Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.

Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan hartanya pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememnuhi syarat kelengkapan sekolah formal.

Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan.

Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

Berikut ini kawih mengenang Dewi Sartika, pelopor gerakan kemajuan perempuan Jawa Barat, Syair asli dalam bahasa Sunda.

Kantun jujuluk nu arum
Kari wawangi nu seungit
Nyebar mencar sa Pasundan
Nyambuang sa Nusantara
Sari puspa wangi arum
Seungit manis ngadalingding
Sari sekar nyurup nitis
Kana sukma isteri Sunda

artinya:
Tinggal namanya yang harum
Tinggal wangi yang semerbak
Menyebar ke seluruh Tanah Sunda
Mewangi ke seluruh Nusantara
Sari bunga semerbak wangi
Wangi tercium ke mana-mana
Sari bunga yang menitis
Pada jiwa wanita Sunda

Abdurrahman Baswedan, Seorang Nasionalis Berdarah Arab

Abdurrahman Baswedan gigih menumbuhkan nasionalisme keturunan Arab di Indonesia. Piawai sebagai diplomat, pergaulan dia amat luas, melintasi berbagai kalangan. Lahir pada 9 September 1908, riwayat pejuang kemerdekaan itu kini genap satu abad.

Yogyakarta, akhir 1970-an A.R. Baswedan, yang telah berusia senja, terkena stroke di rumahnya di kawasan Taman Yuwono. Kondisi pejuang kemerdekaan itu mengkhawatirkan. Di Gereja Katolik Kota Baru, salah satu gereja tertua dan terbesar di kota pelajar itu Romo Dick Hartoko SJ sedang bersiap memimpin misa bagi umatnya. Mendengar kabar geringnya A.R.Baswedan, Romo Dick spontan meminta jemaat gereja ikut mendoakan kesembuhan tokoh Islam itu. “Peristiwa itu membuat Yogyakarta gempar,” ujar Samhari Baswedan, anak bungsu A.R. Baswedan. Ketika itu, ayah Samhari adalah Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Yogyakarta. Adapun Romo Dick Hartoko merupakan tokoh Katolik terkemuka di kota itu. “Warna” mereka berlainan. Namun keduanya berkawan akrab. “Hubungan pribadi mereka baik sekali,” Samhari menambahkan. Keduanya kerap saling kunjung. Dalam berdiskusi, mereka tak selalu sepaham tapi tetap saling menghormati pendapat masing-masing.

Selain dengan Romo Dick Hartoko, A.R. Baswedan berkarib dengan Yap Kie Tong, dokter mata terkenal di Yogyakarta pada masa itu. Dia pun akrab dengan Dr Johan Syahruzad, yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Partai Sosialis Indonesia. Lahir di Kampung Ampel, Surabaya, riwayat pejuang kemerdekaan itu kini genap berusia 100 tahun. Bernama lengkap Abdurrahman Baswedan, dia dikenal mudah bergaul dengan berbagai kalangan. Saat usianya masih 20-an tahun, dia sudah gigih mendorong tumbuhnya semangat persatuan komunitas Hadramaut (Yaman) di Nusantara.

Ketika itu, mereka terpecah di antara keturunan Sayyid, Gabili, Syekh, dan rakyat biasa. Baswedan muda kemudian mengarahkan persatuan keturunan Arab untuk mendukung kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Dia mendirikan wadah Persatuan Arab Indonesia, yang kemudian berubah menjadi Partai Arab Indonesia. Dan dia bergaul akrab dengan tokoh-tokoh nasional, antara lain Dr Sutomo. Secara tegas Baswedan menyatakan tanah air keturunan Arab bukanlah Hadramaut, melainkan Indonesia. Dia juga menyebut keturunan Arab sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sikap itu sesungguhnya “menurunkan derajat” komunitas tersebut, yang oleh Belanda dimasukkan ke kelompok Timur Asing.

Dalam mars Partai Arab Indonesia yang dikarangnya bersama Umar Baraja, tergambarlah nasionalisme para pemuda keturunan Hadramaut. Ini salah satu baitnya:

Indonesia! Semboyan Persatuanku
Indonesia! Tanah Tumpah Darahku
Persatuan! Arab Indonesia
Makin lama makin bercahaya
Kita tetap setia


Untuk menunjukkan ke-Indonesiaannya, dalam beberapa pertemuan, A.R. Baswedan tak sungkan mengenakan surjan Jawa, bagi banyak orang tindakan itu mulanya dianggap tak lazim, tapi lama-kelamaan bisa diterima oleh komunitas Arab Indonesia. Dia juga pernah terjun menjadi wartawan, bergabung dengan harian Sin Tit Po, yang pro pergerakan nasional. Di sana, dia berkawan akrab dan banyak belajar tentang jurnalisme dari Liem Koen Hian, pemimpin harian tersebut.

Di masa pendudukan Jepang, A.R. Baswedan memutuskan bergerak di bawah tanah. Dia menggabungkan diri dengan kelompok pemuda di sekitar Sutan Sjahrir. Pekerjaan mereka memantau radio siaran luar negeri, tugas yang beresiko tinggi karena semua radio disegel tentara Jepang. Suatu ketika, dia tepergok Kempetai (polisi rahasia Jepang) sedang menyimak radio luar negeri. Mereka menggelandangnya ke markas. Dia divonis mati. Eksekusi akan dilakukan esok siangnya. Pagi harinya, dia dijemur di pekarangan bersama sejumlah tawanan lain.

Di saat genting itu datang Mr Singgih dari Jakarta. Dia anggota Pusat Tenaga Rakyat yang dipimpin Soekarno. Melihat Baswedan, Mr Singgih segera menghampiri dan meminta polisi Jepang membebaskannya. “Mr Singgih berdalih Bapak adalah anak buahnya,” tutur Samhari. Nyawa A.R. Baswedan bisa diselamatkan. Setelah proklamasi dikumandangkan, Partai Arab Indonesia membubarkan diri. Anggota-anggotanya menyebar ke berbagai partai. Hamid Algadri, misalnya,masuk Partai Sosialis Indonesia. Abdulah Baraba memilih Partai Komunis Indonesia. Yuslam Badres bergabung ke Partai Nasional Indonesia. Abdurrahman Shihab, ayah Quraish Shihab dan Alwi Shihab menggabungkan diri ke Masyumi. A.R. Baswedan ketika itu masih memilih jalan independen. Dia diangkat Perdana Menteri Sjahrir sebagai Menteri Muda Penerangan.

Pada 1947, dia ikut rombongan Menteri Luar Negeri Agus Salim berkunjung ke Kairo, Mesir. Mereka berdiplomasi agar dunia internasional mengakui kemerdekaan Indonesia. Tiga tahun kemudian, tokoh yang fasih berbahasa Inggris, Belanda, dan Arab itu bergabung dengan Masyumi. Selain kagum atas kejujuran Mohamad Natsir, yaitu seorang pemimpin Masyumi, dia menegaskan tindakannya didorong oleh keinginan memperkuat orientasi nasionalistis partai itu.

Tatkala Masyumi dibubarkan pemerintah Orde Lama dan tak boleh direhabilitasi oleh pemerintah Orde Baru, Baswedan memilih bergerak di jalur budaya. Dia mendirikan Badan Koordinasi Kebudayaan Islam Yogyakarta dan menjadi pelindung Teater Muslim. Mereka mementaskan drama Iblis tentang kisah Nabi Ibrahim, yang waktu itu tergolong kontroversial. Seniman Yogyakarta seperti Arifin C. Noer, Abdurrahman Saleh, Taufiq Effendi, dan Chaerul Umam adalah kawan-kawannya. Dia ikut membantu ketika Rendra mementaskan Kasidah Barzanji. “Rumahnya terbuka untuk semua orang. Dia seperti orang tua kami,” kata Syu’bah Asa, yang ketika itu aktif berteater di Yogyakarta.

Di pengujung hidupnya, A.R. Baswedan bersahabat dengan Romo Mangunwijaya. Dengan gayeng keduanya kerap mendiskusikan masalah Irak-Iran, Palestina-Israel, dan korupsi di dalam negeri. Pada 1986, A.R. Baswedan menutup mata di RS. Islam Cempaka Putih, Jakarta, dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir. Tiga hari setelah kematiannya, Romo Mangun bertakziyah.

(Majalah Tempo, 14 September 2008)

Perundingan LinggarJati (Jalan Singkat Meredam Pertumpahan Darah)

Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati
Setelah Belanda datang kembali ke Indonesia dengan menjadi penumpang gelap Inggris. Belanda datang dengan maksud menguasai kembali Indonesia. Pertempuran mempertahankan kemerdekaan yang di plokamasikan tanggal 17 Agustus 1945 dilakukan kembali oleh para pejuang Indonesia. Seperti pertempuran di surabaya 10 November, pertempuran di ambarawa, di bandung (bandung lautan api), dan masih banyak di daerah-daerah lain.
Pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa,Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 10 November 1946. Sukarno yang cenderung tidak menyukai pertumpahan darah menyetujui perundingan tersebut.

Jalannya Perundingan Linggarjati

Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati  Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:
  • Inggris, sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn.
  • Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
  • Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati. Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.
  1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harusmeninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
  2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
  3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua. 

Dampak Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati
Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta. Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati. Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya.
  • Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.
  • Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang seluas Hindia Belanda dulu tidak tercapai.
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

Perjanjian Renville (Adverse Agreements)

Latarbelakang

Perjanjian Renville
Perjanjian Renville
Setelah jepang menyerah terhadap sekutu bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 agustus. Namun kabar yang terdengar kemerdekaan Indonesia tidak begitu saja diakui. Belanda datang kembali untuk menduduki Indonesia dengan menumpang kapal inggris, yang seharusnya bertujuan mengakui kemerdekaan Indonesia. Momentum itu lebih kita kenal dengan Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini menggunakan kode "Operatie Product". Namun agresi militer itu di tentang oleh dunia internasional melalui dewan keamanan PBB yang di usulkan India, Australia dan Negara-negara Liga Arab. Pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN). KTN beranggotangan Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.

Perjanjian Renville

Ketiga negara tersebut menyelesaikan masalah Indonesia dengan cara diplomasi. Atas kesepakatan bersama maka diadakan perjanjian renville. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Perjanjian renville ditandatangani pada tanggal 17 Februari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Disaksikan Komisi Tiga Negara, Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Apa yang membuat perundingan Renville tampak timpang dan menyesakkan dada? Tak lain adalah isi dari perjanjian tersebut.

  1. Penghentian tembak-menembak.
  2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
  3. Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.
  4. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
  5. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
  6. Pasukan republic Indonesia yang berda di derah kantong harus ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.


Dampak Bagi Indonesia


  1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui masa peralihan. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia
  2. Indonesia kehilangan sebagian besar daerah kekuasaannya. Selain itu, Wilayah RI makin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda
  3. Pihak RI harus mengambil pasukannya yang berada di daerah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah RI
  4. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan pemimpin RI yang mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara ke Belanda
  5. Perekonomian Indonesia diblokade oleh Belanda.


Kejadian pra dan pasca Perjanjian Renville

Saya akan menuliskan kembali tentang kronik revolusi Indonesia selama bulan Januari tahun 1948. Sumber dari buku, Kronik revolusi Indonesia: 1948 - Oleh Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil. Semoga bermanfaat.

Pada awal Januari 1948, Bung Tomo ikut menentang Pemerintah Hatta yang dianggapnya lemah menghadapi Belanda. Bung Tomo pun mengadakan rapat-rapat raksasa. Ucapannya yang terkenal waktu itu: “Sekali berontak, tetap berontak!”

  • 2 Januari 1948, pihak Belanda di Surabaya membentuk panitia untuk menentukan status Jawa Timur.
  • 3 Januari 1948, utusan “daerah-daerah” dan “negara-negara” berkumpul di Jakarta untuk membicarakan kemungkinan membentuk pemerintah interim.
  • 6 Januari 1948, para menteri Belanda - L.J.M. Beel, W. Drees, dan J.A. Jonkman meninggalkan Jakarta menuju negeri Belanda.
  • 8 Januari 1948, Republik Indonesia (RI) mengundang Perdana Menteri Negara Indonesia Timur (NIT) untuk berkunjung ke Yogyakarta
  • 9 Januari 1948, Belanda menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia agar segera mengosongkan sejumlah daerah yang luas, dan menarik TNI dari daerah-daerah gerilya ke Yogyakarta.
  • 11 Januari 1948, Komisi Tiga Negara (KTN) datang di Yogyakarta untuk bertukar pikiran dengan para pemimpin Republik, a.l. tentang kemungkinan menghentikan permusuhan Indonesia-Belanda.
  • 13 Januari 1948:
    • *Perundingan di Kaliurang antara KTN dan Pemerintah Republik Indonesia menghasilkan ‘Notulen Kaliurang’ yang menyatakan bahwa Republik Indonesia tetap memegang kekuasaan atas daerah yang dikuasai padawaktu itu.

    • *Pada waktu menyerahkan pokok-pokok prinsip, tambahan dari konsepsi dan penjelasan KTN mengenai Notulen Kaliurang, anggota KTN dari Amerika, Dr. Frank Graham, mengatakan: “You re what you are.”

    • *Delegasi Indonesia terdiri dari a.l. dari Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dan Jenderal Sudirman.

    • *Sepulang menghadiri Festival Pemuda dan Pelajar Sedunia, Suripno yang mendapat instruksi dari Presiden Sukarno melakukan perundingan-perundingan di Praha mengenai pengakuan atas Republik Indonesia, a.l. dengan wakil Pemerintah URSS. Tercapai persetujuan, bahwa URSS mengakui RI dan akan membuka hubungan konsuler. Instruksi tersebut bertanggal 25 Desember 1947. (Antara, 13 Agustus 1948)
  • 15 Januari 1948, Masyumi menarik menteri-menterinya dari Kabinet Amir Sjarifuddin karena tidak setuju dengan “gencatan dan prinsip-prinsip politik yang diterima oleh Pemerintah Amir.” Mundurnya Masyumi dari Kabinet diikuti dengan demonstrasi pemuda Islam GPII di Yogyakarta, yang menuntut pengunduran Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri, menuntut pembentukan kabinet presidentil, dan menolak Amir menjadi Perdana Menteri.
  • 17 Januari 1948, Persetujuan Renville antara Belanda dan Indonesia ditandatangani di atas kapal Amerika “Renville” yang berlabuh di Teluk jakarta. Penanda-tangan dari pihak Indonesia adalah Perdana Menteri AmirSjarifuddin disaksikan oleh H.A. Salim, Dr. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo dan anggota delegasi lainnya. Setelah penandatanganan ini dilakukanperundingan politik yang teratursecara bergiliran di Kaliurang dan jakarta. Waktu itu jenderal S.H. Spoor sudah mendesak kepada pemerintahnya untuk melancarkan aksi militer kedua terhadap Republik. Sekali ini kekuasaan Republik harus dihancurkan secara definitif melalui serangan langsungterhadap Yogyakarta, demikian Spoor dalam notanya. Persetujuan Renville terdiri atas:
  • - 10 pasal persetujuan gencatan senjata
  • - 12 pasal prinsip politik, dan
  • - 6 pasal prinsip tambahan dari KTN
Persetujuan ini lebih merugikan Republik Indonesia dibandingkan dengan persetujuan Linggarjati, dan menempatkan Republik Indonesia pada kedudukan yang bertambah sulit. Wilayah Republik Indonesia makin sempit, dikurung oleh daerah-daerah pendudukan Belanda. Kesulitan ditambah dengan blokade ekonomi yang dilakukan Belanda dengan ketat.Persetujuan menimbulkan reaksi keras di kalangan Republik Indonesia, dan kemudian mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.


  • 19 Januari 1948, Instruksi penghentian tembak menembak dikeluarkan oleh pihak Indonesia maupun Belanda.
  • 22 Januari 1948, Republik Indonesia mengakui Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai Negara Bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS) yang akan dibentuk nanti.
  • 23 Januari 1948, Amir Sjarifuddin menyerahkan mandat kepadaPresiden Sukarno, dan Presiden menugaskan kepadaWakil Presiden Mohammad Hatta untuk membentuk Kabinet.

Negara Madura terbentuk, dengan Wali Negara terpilih R.A.A Tjakraningrat. Negara boneka ini kemudian diresmikan pada tanggal 20 Februari 1948 berdasarkan dekrit Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dr. H.J. van Mook. Dalam rangkaian peresmian tersebut, Tjakraningrat berpidato dengan hadirnya mantan Gubernur Jawa Timur Van der Plas dan Jenderal Mayor Baay, dan memeriksa barisan kehormatan.

  • 24 Januari 1948, Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) dan Sarekat Mahasiswa Indonesia (SMI) berfusi menjadi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI).
  • 26 Januari 1948, Front Demokrasi Rakyat (FDR) terbentuk, terdiri dari PKI, Partai Sosialis, PBI, Pesindo, dan SOBSI. Salah seorang pemimpinnya adalah Amir Sjarifuddin.

FDR menuntut kabinet presidentil Hatta diubah menjadi kabinet parlementer, menentang program rasionalisasi dan rekonstruksi Angkatan Bersenjata, dan berusaha menggalang persatuan nasional dalam rangka menghadapi Belanda.


  • 29 Januari 1948, Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri Kabinet ke-VII RI dengan program:
1. menyelenggarakan Persetujuan Renville
2. mempercepat terbentuknya RIS
3. rasionalisasi
4. pembangunan
Untuk program nomor 3,4, dan hal-hal yang menyangkut pemuda dan masyarakat pemuda dibentuk kementerian baru: Kementerian Pembangunan dan Pemuda.

  • 31 Januari 1948, menurut rencana, pada hari ini dilangsungkan Kongres Pemuda ke-III (sesudah Proklamasi) di Yogyakarta, tapi dengan keputusan sidang Presidium Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) tanggal 17 Desember 1947, Kongres ditunda sampai keadaan memungkinkan.

Peristiwa Malari 15 Januari 1974

Salah satu kejadian yang cukup kontroversial pada orde baru adalah peristiwa malapetaka 15 Januari 1974 atau yang lebih dikenal dengan Malari. Peristiwa ini terjadi tepat pada saat kunjungan Perdana menteri Jepang Tanaka Kakuei ke Indonesia. Jepang pada saat itu dianggap sebagai pemeras ekonomi Indonesia karena mengambil lebih dari 53% ekspor (71% diantaranya berupa minyak) dan memasok 29% impor Indonesia, selain itu investasi jepang yang semakin bertambah dari waktu ke waktu di Jawa dianggap membunuh pengusaha-pengusaha kecil pribumi.
PM Jepang Tanaka dianggap sebagai simbol modal asing yang mesti dienyahkan. Aksi berupa long march dari Salemba menuju Univeritas Trisakti di Grogol, Jakarta Barat, itu mengusung tiga tuntutan: pemberantasan korupsi, perubahan kebijakan ekonomi mengenai modal asing, dan pembubaran lembaga Asisten Pribadi Presiden. Ratusan ribu orang ikut turun ke jalan. Tetapi aksi ini kemudian berujung pada kerusuhan.
Untuk kasus 15 Januari 1974 yang lebih dikenal dengan “Peristiwa Malari”, tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 buah bangunan rusak berat. Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan.

Latar Belakang

Setelah diusut ternyata terdapat oknum-oknum gelap dibalik peristiwa Malari itu. Kenyataanya aksi pelajar dan mahasiswa itu telah ditunggangi oleh pihak tak bertanggung jawab. Pada siang hari itu, mahasiswa dan pelajar sedang melakukan apel besar untuk menolak modal Jepang terkait kedatangan PM Jepang, namun ternyata terdapat mahasiswa selundupan yang diduga telah dibayar oleh seseorang asisten pribadi presiden bernama Ali Moertopo untuk melakukan provokasi terhadap masyarakat agar melakukan kerusuhan sehingga terkesan kalau mahasiswa merupakan dalang dibalik kerusuhan ini. Ternyata peristiwa Malari ini bukan peristiwa yang sederhana, terdapat banyak faktor dan latar belakang yang menyebabkan peristiwa ini terjadi.
Beberapa pengamat melihat peristiwa itu sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Aspri (asisten pribadi) Presiden Soeharto (Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dll) yang memiliki kekuasaan teramat besar. Ada pula analisis tentang friksi elite militer, khususnya rivalitas Jenderal Soemitro dengan Ali Moertopo. Sebagaimana diketahui, kecenderungan serupa juga tampak di kemudian hari dalam kasus Mei 1998 (Wiranto versus Prabowo). Kedua kasus ini–meminjam ungkapan Chalmers Johnson (Blowback, 2000)–dapat kiranya disebut permainan “jenderal kalajengking” (scorpion general). Ada juga yang menyebutkan pertentangan 2 kubu asisten pribadi Suharto di bidang ekonomi atau lebih di kenal dengan Mafia Berkeley dan di bidang militer Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardhani. Dualisme ini muncul karena kebijakan masing-masing kubu bertolakbelakang.

Kronologi kejadian

Peristiwa Malari sendiri bukanlah satu-satunya kejadian yang terjadi akibat masalah ekonomi pada saat itu. Jauh sebelum Malari terjadi telah ada aksi-aksi lain yang sebenarnya menjadi pemicu terjadinya 
Apel Tritura jilid II pada tanggal 15 Januari 1974 yang berujung huru-hara itu.
Diskusi ’28 Tahun Kemerdekaan Indonesia’
Acara ini digelar oleh Grup Diskusi Universitas Indonesia (GDUI) pada tanggal 13-16 Agustus 1973 dengan mengundang Soebadriosastrosatomo, Syafruddin Prawiranegara, Ali Sastroamidjojo, dan TB. Simatupang kesimpulan dari diskusi ini adalah:
Perlunya praktik politik dan serangkaian tindakan untuk mengatasi masalah dan bukan sekedar diskusi-diskusi.
Dikalangan generasi muda dan tua masih terdapat perbedaan pandangan mengenai struktur politik serta lebih banyak kondisi dihadapi dalam merumuskan strategi bersama.
Ada dua pandangan dalam melihat praktik kekuasaan yaitu, melihatnya dari luar dan mengbahnya dari dalam.
Petisi 24 Oktober
Untuk memperingati sumpah pemuda DMUI menggelar sebuah diskusi yang mengundang perwakilan dari tiap-tiap angkatan mahasiswa: ’28, ’45, ’66. Adapun untuk pembicara adalah Soediro (perwakilan angkatan 28), B.M. Diah (mewakili angkatan 45), Cosmos Batubara (mewakili angkatan 66), dan juga Hariman Siregar. Ada juga pembicara lain seperti Emil Salim dan juga Frans Seda.
Dari hasil diskusi ini lahirlah ‘Petisi 24 Oktober’ yang dibacakan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Ikrar 10 November 1973
untuk memperingati hari pahlawan para mahasiswa yang terdiri dari 8 dewan mahasiswa antara lain UI, ITB, dan UNPAD. Membacakan sebuah ikrar mengenai kesatuan tekad dan meningkatkan solidaritas sesama mahasiswa.
Kedatangan J.P. Pronk (ketua IGGI)
Kedatangan ketua IGGI, sebuah organisasi yang mengatur hutang di Indonesia, disambut dengan demonstrasi dan poster-poster berisi kalimat protes dari mahasiswa. Hal ini tidak hanya terjadi di Jakarta namun juga di Yogyakarta.
Diskusi tanggal 30 November 1973
Diskusi mengenai untung rugi modal asing ini diadakan di Balai Budaya Jakarta oleh eks anggota Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia seperti, Mochtar Lubis, Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien. Diskusi ini menghasilkan sebuah ikrar yaitu ‘Ikrar Warga Negara Indonesia’ yang ditanda tanganni oleh 152 orang yang hadir.
Malam tirakatan 31 Desember 1973
Pada malam tahun baru ini DMUI menggelar sebuah malam renungan yang dihadiri oleh dosen dan mahasiswa dari Jakarta, Bogor, dan Bandung. Malam itu Hariman Siregar membacakan sebuah pidato yang berjudul ‘Pidato Pernyataan Dari Mahasiswa’. Pidato itu dituding menjadi seruan untuk gerakan makar terhadap pemerintah. Dalam pidato itu menunjukkan bukti peran pemuda akan kepedulian terhadap keadaan bangsa dan pemuda bisa melakukan perubahan.
12 Januari 1974
Mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia yang diwakili oleh ketua dewan mahasiswa masing-masing bertemu dengan presiden. Pertemuan ini menghasilkan 6 tuntutan mengenai pemberantasan korupsi dan pembenahan ekonomi.
Karena tidak puas dengan hasil diskusi bersama presiden akhirnya seluruh mahasiswa yang hadir berkumpul kembali di Student Center UI di Salemba mereka memutuskan untuk melakukan sebuah apel akbar di halaman utama Universitas Trisakti pada tanggal 15 Januari 1974 untuk membacakan kembali tuntutan mereka.
Pada tanggal 14 Januari 1974, PM Jepang, Kakuei Tanaka, datang ke Indonesia. Dia disambut dengan demonstrasi kecil-kecilan di lapangan terbang Halim Perdanakusuma, kejadian ini membuat pemerintah memperketat penjagaan terhadap seluruh aksi mahasiswa.
Tepat keesokan harinya, 15 Januari 1974, ratusan mahasiswa dan pelajar berkumpul di halaman Fakultas Kedokteran UI, Salemba, untuk melakukan longmarch ke halaman Universitas Trisakti. Rencananya nanti mereka akan membacakan Tritura Jilid II yang berisi 1) Bubarkan Aspri, 2)hentikan modal asing, 3)hukum para koruptor.
Namun kejadian ini digunakan oleh pemerintah untuk menjatuhkan mahasiswa. Ada Invicible Hand yang menyusupkan orang-orang bayaran untuk mengacaukan aksi dan melakukan provokasi sehingga terjadi huru-hara. Diduga orang yang melakukan ini adalah Ali Moertopo namun ada juga indikasi kalau Soeharto sendiri yang melakukan ini untuk menghentikan aksi mahasiswa.

Namun Sejarah telah banyak di hilangkan sehingga penelusuran sangat sulit dilakukan. Peristiwa ini sangat penting dalam perjalanan bangsa Indonesia.

Wayang Malang

wayang malang
Tarian Wayang Malang by Antara Eric Ireng
Di Indonesia mempunyai berbagai macam kesenian. Salah satunya adalah kesenian Wayang. Wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya Wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan. Budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa.
Seperti wayang yang ada di Malang atau yang biasa disebut dengan Wayang Topeng Malangan. Yang berada didaerah Dusun Pijiombo, Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Wayang Topeng Malangan merupakan salah satu bagian dari seni pewayangan di Jawa Timuran, yang hidup dan berkembang secara lokal. Mempunyai ciri-ciri khusus yang menunjukkan perbedaan gaya dari daerah lain. Pertunjukkan Wayang Topeng Malangan hidup didaerah pedesaan yang mayoritas penggemarnya adalah kaum petani. Bahkan, masyarakat mengakui bahwasannya Wayang Topeng Malangan adalah wayang milik orang desa. Oleh karena itu yang menyebabkan Wayang Topeng Malangan tidak dikenalkan kemasyarakat luas. Karya ilmiah ini akan membahas kesenian Wayang Topeng Malangan yang selama ini banyak masyarakat diluar kota Malang yang belum mengetahui dan supaya kesenian ini tidak sirna

Sejarah Wayang Topeng Malangan
Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi kultural dan religius masyarakat Jawa. Namun wayang topeng tidak diperuntukkan acara-acara kesenian seperti sekarang ini. Wayang Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan, untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya.

Karena wilayah Jawa waktu itu adalah area berkembangnya Agama Hindu yang datang dari India, maka cerita-cerita wayang, termasuk wayang topeng juga mengambil cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana. Henri Supriyanto penulis buku Wayang Topeng Malangan menyatakan bahwa “ada pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni”. Begitu dominannya sastra India waktu itu, diakui dalam banyak hal, terutama kasusastraan Jawa waktu itu banyak menyerap dan membumikan nilai-nilai India yang integrated dengan Agama Hindu itu di tanah Jawa.

Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang topeng. Wayang topeng dengan mengambil cerita yang sekarang banyak berkembang didaerah Sunda adalah bagian dari upaya Islam untuk merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi Wayang topeng oleh para wali dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana Islam memproduksi nilai didalamnya.

Wayang Topeng Malangan pada zaman sekarang ini biasanya diadakan setiap Bulan Selo ,dalam perhitungan kalender Jawa. Selalu dirayakan upacara ritual bersih desa dan kirap topeng. Acara ritual itu merupakan tradisi turun temurun diwilayah itu. Wayang Topeng Malang tumbuh dan berkembang secara lisan. Seperti yang dikatakan Ki Wuryan bahwa pedhalangan gaya malangan tidak mempunyai pujangga, maksudnya pedhalangan Malangan hidup secara turun-temurun tanpa memiliki buku pegangan atau pakem tertulis sebagaai panutan. Dhalang-dhalang Malang banyak yang bukan keturunan dhalang, mereka sebagaian besar belajar atas dorongan bakat alami, yang kemudian digurukan kepada dhalang-dhalang yang dianggap senior.

Pertunjukkan wayang Topeng Malangan yang ada sekarang ini merupakan pembaharuan dari tradisi wayangan sebelumnya yang mewujudkan suatu bentuk pertunjukkan multidimensi, sebagai manifesti pembaharuan unsur-unsur kesenian daerah setempat. Kini, dalam perkembangannya Wayang Topeng Malangan nyaris hanya terdapat empat tempat persemaian Topeng Malangan. Tumpang, Pakisaji, Wonosari dan Kromengan merupakan situs utama produksi dan kreasi Topeng Malangan. Namun kesemuanya secara homogen menampilkan cerita-cerita panji sebagai relasi pararelitas historis dengan sejarah Malang sendiri yang panjang yang sangat resisten terhadap kekuasaan Mataram. Akan tetapi yang pasti adalah topeng merupakan wujud kepribadian ganda (double coding), sebuah kedok masyarakat brang wetan untuk tidak menapilkan jatidiri yang sebenarnya agar tidak dapat teridentifikasi secara jelas oleh pusat pusat kekuasaan. Ini tentu sebuah siasat cerdas.

Struktur Pertunjukan Wayang Topeng Malangan
Struktur pertunjukkan Wayang Topeng Malngan sekarang pada umumnya diawali oleh sajian gendhing-gendhing giro, kemudian tari ngerema (gaya putera atau putri) sebagai ucapan selamat datang kepada penonton. Setelah tari ngrema dilanjutkan lawakan ludruk (kadang-kadang tanpa pelawak), kemudian gendhing-gendhing talu wayangan. Dalam sajian pakeliran siklus waktunya dibagi lima tingkatan yaitu: Pathet sepuluh (Untuk gendhing talu saja), Pathet wolu, Pathet sanga, Pathet miring dan Pathet serang. Biasanya sebelum tancep kayon, sajian diakhiri dengan penampilan tari beskalan dan tayuban, oleh boneka perempuan dan laki-laki, yang diiringi gendhing ijo-ijo dilanjutkan gonjor.

sumber:
http://sukma08.wordpress.com/2011/07/19/kesenian-wayang-topeng-malangan%E2%80%9D/

Kain Tapis Asli Lampung

Kain Tapis
Kain Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistim sulam (Lampung; "Cucuk"). Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung.
Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin.
Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Sejarah Kain Tapis Lampung

Kain Tapis
Kain Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat. Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang lampung telah menenun kain Brokat yang disebut Nampan (Tampan) dan kain Pelepai sejak abad II masehi. Motif kain ini ialah kait dan konci (Key and Rhomboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh.
Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolithikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia. Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis ini.
Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan. Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan jaman bahari sudah mulai berkembang sejak jaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500 1700.
Bermula dari latar belakang sejarah ini, imajinasi dan kreasi seniman pencipta jelas mempengaruhi hasil ciptaan yang mengambil ide-ide pada kehidupan sehari-hari yang berlangsung disekitar lingkungan seniman dimana ia tinggal.
Penggunaan transportasi pelayaran saat itu dan alam lingkungan laut telah memberi ide penggunaan motif hias pada kain kapal. Ragam motif kapal pada kain kapal menunjukkan adanya keragaman bentuk dan konstruksi kapal yang digunakan. Dalam perkembangannya, ternyata tidak semua suku Lampung menggunakan Tapis sebagai sarana perlengkapan hidup. Diketahui suku Lampung yang umum memproduksi dan mengembangkan tenun Tapis adalah suku Lampung yang beradat Pepadun.

Bahan dan Peralatan Tenun Tapis Lampung

Tenun Tapis
Bahan Dasar Tapis Lampung : Kain tapis Lampung yang merupakan kerajinan tenun tradisional masyarakat Lampung ini dibuat dari benang katun dan benang emas. Benang katun adalah benang yang berasal dari bahan kapas dan digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kain tapis, sedangkan benang emas dipakai untuk membuat ragam hias pada tapis dengan sistim sulam. Pada tahun 1950, para pengrajin tapis masih menggunakan bahan hasil pengolahan sendiri, khususnya untuk bahan tenun. Proses pengolahannya menggunakan sistim ikat, sedangkan penggunaan benang emas telah dikenal sejak lama.

Bahan-bahan baku itu antara lain :
• Khambak/kapas digunakan untuk membuat benang.
• Kepompong ulat sutera untuk membuat benang sutera.
• Pantis/lilin sarang lebah untuk meregangkan benang.
• Akar serai wangi untuk pengawet benang.
• Daun sirih untuk membuat warna kain tidak luntur.
• Buah pinang muda, daun pacar, kulit kayu kejal untuk pewarna merah.
• Kulit kayu salam, kulit kayu rambutan untuk pewarna hitam.
• Kulit kayu mahoni atau kalit kayu durian untuk pewarna coklat.
• Buah deduku atau daun talom untuk pewarna biru.
• Kunyit dan kapur sirih untuk pewarna kuning.
Pada saat ini bahan-bahan tersebut diatas sudah jarang digunakan lagi, oleh karena pengganti bahan-bahan diatas tersebut sudah banyak diperdagangkan di pasaran.

Peralatan Tenun kain Tapis
1. Sesang yaitu alat untuk menyusun benang sebelum dipasang pada alat tenun.
2. Mattakh yaitu alat untuk menenun kain tapis yang terdiri dari bagian Alat-alat :
• Terikan (alat menggulung benang)
• Cacap (alat untuk meletakkan alat-alat mettakh)
• Belida (alat untuk merapatkan benang)
• Kusuran (alat untuk menyusun benang dan memisahkan benang)
• Apik (alat untuk menahan rentangan benang dan menggulung hasil tenunan)
• Guyun (alat untuk mengatur benang)
• Ijan atau Peneken (tunjangan kaki penenun)
• Sekeli (alat untuk tempat gulungan benang pakan, yaitu benang yang dimasukkan melintang)
• Terupong/Teropong (alat untuk memasukkan benang pakan ke tenunan)
• Amben (alat penahan punggung penenun)
• Tekang yaitu alat untuk merentangkan kain pada saat menyulam benang emas.

Jenis Tapis Lampung Menurut Asal pemakainya

Beberapa jenis kain tapis yang umum digunakan masyarakat Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin adalah :

Tapis Lampung dari Pesisir :
* Tapis Inuh
* Tapis Cucuk Andak
* Tapis Semaka
* Tapis Kuning
* Tapis Cukkil
* Tapis Jinggu

Tapis lampung dari Pubian Telu Suku :
* Tapis Jung Sarat
* Tapis Balak
* Tapis Laut Linau
* Tapis Raja Medal
* Tapis Pucuk Rebung
* Tapis Cucuk Handak
* Tapis Tuho
* Tapis Sasap
* Tapis Lawok Silung
* Tapis Lawok Handak

Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan :
* Tapis Jung Sarat
* Tapis Balak
* Tapis Pucuk Rebung
* Tapis Halom/Gabo
* Tapis Kaca
* Tapis Kuning
* Tapis Lawok Halom
* Tapis Tuha
* Tapis Raja Medal
* Tapis Lawok Silung

Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak:
* Tapis Dewosano
* Tapis Limar Sekebar
* Tapis Ratu Tulang Bawang
* Tapis Bintang Perak
* Tapis Limar Tunggal
* Tapis Sasab
* Tapis Kilap Turki
* Tapis Jung Sarat
* Tapis Kaco Mato di Lem
* Tapis Kibang
* Tapis Cukkil
* Tapis Cucuk Sutero

Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego :
* Tapis Rajo Tunggal
* Tapis Lawet Andak
* Tapis Lawet Silung
* Tapis Lawet Linau
* Tapis Jung Sarat
* Tapis Raja Medal
* Tapis Nyelem di Laut Timbul di Gunung
* Tapis Cucuk Andak
* Tapis Balak
* Tapis Pucuk Rebung
* Tapis Cucuk Semako
* Tapis Tuho
* Tapis Cucuk Agheng
* Tapis Gajah Mekhem
* Tapis Sasap
* Tapis Kuning
* Tapis Kaco
* Tapis Serdadu Baris

Mohhamad Natsir Tokoh Dua Orde

Mohhamad Natsir
Mohhamad Natsir
Mohammad Natsir (lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, kabupaten Solok, Sumatera Barat, 17 Juli 1908 – meninggal di Jakarta, 6 Februari 1993 pada umur 84 tahun) adalah perdana menteri Indonesia, pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia. Di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.

Natsir lahir dan dibesarkan di Solok, sebelum akhirnya pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA dan kemudian mempelajari ilmu Islam secara luas di perguruan tinggi. Ia terjun ke dunia politik pada pertengahan 1930-an dengan bergabung di partai politik berideologi Islam. Pada 5 September 1950, ia diangkat sebagai perdana menteri Indonesia kelima. Setelah mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena berselisih paham dengan Presiden Soekarno, ia semakin vokal menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia hingga membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno. Setelah dibebaskan pada tahun 1966, Natsir terus mengkritisi pemerintah yang saat itu telah dipimpin Soeharto hingga membuatnya dicekal.

Natsir banyak menulis tentang pemikiran Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929; hingga akhir hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Ia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Ia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam. Selama hidupnya, ia dianugerahi tiga gelar doktor honoris causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia. Pada tanggal 10 November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Gagasan Natsir begitu beragam, mulai persoalan kebangsaan, pendidikan, dakwah, keagamaan, sampai persoalan politik. Pemikiran dan aktivismenya di wilayah politik mematrikan dirinya sebagai salah seorang pemuka politik, tepatnya pada politik Islam.

Buku “Mohamma Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia, Peran dan Jasa Mohammad Natsir dalam Dua Orde Indonesia”, membuktikan hal di atas. Buku yang disusun oleh M. Dzulfikriddin ini menegaskan bahwa peran Natsir dalam perpolitikan negeri ini tidak kalah eksisnya ketimbang Soekarno. Memang tidak ada kesimpulan tertulis dari penulis buku ini, tapi saya menyimpulkan demikian setelah membaca dan memposisikan keberadaan buku ini.

Dalam kehidupan sehari-harinya, Natsir, sejak kecil memang sudah sering berkelut dengan masalah pahit-manisnya kehidupan. Sampai masa dewasanya Natsir tambah matang dalam berpolitik dan beraktivitas.

Motivasi Natsir dalam berpolitik bukan demi power politics, tidak pula untuk mengikuti adagium who gets what, when, and how. Tapi, motivasinya adalah usaha untuk bersikap konsisten terhadap apa yang diyakini bahwa penjajahan memang harus dilenyapkan dan kemerdekaan merupakan hak segala bangsa.

Ada dua yang menjadi latar belakang kegigihan Natsir dalam mengarungi hidup dan perpolitikannya. Dua hal tersebut adalah guru-gurunya (Ahmad Hassan, Haji Agus Salim, dan Ahmad Syurkati) dan polemik masalah keagamaan dan kebangsaan yang terjadi pada dekade 1930 sampai 1940-an, yang mana polemik itu berlangsung antara Ir. Soekarno di satu pihak dengan Muhammad Hassan dan Natsir di pihak lain.

Jejak perpolitikan Natsir semakin berkibar di kala ia menjadi orang nomor satu di Masyumi. Di bawah kepemimpinan Natsir, Masyumi menjadi partai terbesar di Indonesia, sampai diadakan pemilu 1955. Dan di bawah kepemimpinan Natsir juga, Masyumi mampu mengharu birukan politik Indonesia.

Pada tahun 1949, tepatnya pada muktamar IV, Natsir terpilih menjadi ketua umum partai Masyumi. Selanjutnya muktamar demi muktamar Natsir selalu terpilih sebagai ketua partai. Selama tiga kali muktamar, ia terus terpilih lagi sebagai ketua. Baru pada muktamar IX, ia digantikan oleh Prawoto Mangkusasmito, itu pun karena Natsir berhalangan hadir ke muktamar.

Selama era demokrasi terpimpin di Indonesia, ia terlibat dalam pertentangan terhadap pemerintah yang semakin otoriter dan bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia; PRRI yang menuntut adanya otonomi daerah yang lebih luas disalahtafsirkan oleh Soekarno sebagai pemberontakan. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di Malang dari tahun 1962 sampai 1964, dan dibebaskan pada masa Orde Baru di bulan Juli 1966.

Akhir dari PRRI ini yang akhirnya menjadikan Natsir sebagai salah seorang yang dikarantina dan setelah itu menjadi tahanan politik, sampai permulaan masa orde baru (orba). Natsir dikarantina katanya berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Keadaan Bahaya (PPUUKB) nomor 23 tahun 1959, terutama Pasal 43 yang memberikan wewenang kepada penguasa untuk menahan setiap warga negara dalam waktu yang tidak ditentukan lamanya. Selanjutnya Natsir ditahan berdasarkan Penpres Nomor 3/1962 yang lalu diganti dengan Penpres Nomor 11/1963.

Setelah dibebaskan dari penjara, Natsir kembali terlibat dalam organisasi-organisasi Islam, seperti Majelis Ta'sisi Rabitah Alam Islami dan Majelis Ala al-Alami lil Masjid yang berpusat di Mekkah, Pusat Studi Islam Oxford (Oxford Centre for Islamic Studies) di Inggris, dan Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) di Karachi, Pakistan.

Namun, meski waktu itu Natsir berstatus sebagai tahanan politik, namun kontribusinya terhadap Indonesia tidak merosot. Rasa nasionalismenya tetap menyala. Hal itu terbukti dengan kesiapan Natsir untuk tetap ikut berkontribusi dalam pemulihan hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia.

Waktu itu, pemerintah Orba ingin memulihkan hubungan dengan Malaysia yang rusak akibat obsesi politik Soekarno dengan “Politik Gayang Malaysia”. Untuk melancarkan niatnya, pemerintah Indonesia mengutus Ali Murtopo dan L.B. Moerdani untuk menemui PM Tengku Abdul Rahman. Namun, ternyata Tengku Abdul Rahman menolak menerima mereka berdua. Mereka pulang dengan tangan hampa.

Untuk menembus kebuntuan itu, pemerintah mengutus Brigjen Sofyar untuk menemui Natsir di Wisma Keagungan, tempat ia ditahan, setelah mengetahui bahwa Natsir bersahabat baik dengan Tengku Abdul Rahman. Tanpa banyak tanya dan dengan jiwa besar, Natsir langsung menulis memo untuk Tengku Abdul Rahman menerangkan maksud baik pemerintah Indonesia. Dengan memo itu, akhirnya Tengku Abdul Rahman, menerima niat baik Indonesia.

Sampai masa senjanya pun semangat Natsir untuk selalu memakmurkan Indonesia masih ada. Meski di masa senjanya dunia formal sudah tertutup baginya, namun ia tetap mengikuti perkembangan politik Indonesia dan internasional. Ketika delegasi tokoh-tokoh Islam menemui pimpinan DPR untuk merevisi buku teks Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada 1982 Natsir ikut sebagai anggota delegasi dan menyampaikan pokok-pokok pikirannya, yang mana menurut Natsir, buku PMP mengandung unsur-unsur pendangkalan agama, penyamaran agama-agama, dan pertentangan agama dengan Pancasila.

Demikian juga ketika terjadi perdebatan sengit sekitar masalah RUU Peradilan Agama dan RUU Pendidikan Nasional di DPR pada 1989, Natsir ikut berbicara dan menyampaikan pemikirannya kepada fraksi-fraksi di DPR.

Dunia Islam mengakui Mohammad Natsir sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Bruce Lawrence menyebutkan bahwa Natsir merupakan politisi yang paling menonjol mendukung pembaruan Islam. Pada tahun 1957, ia menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Raja Tunisia, Lamine Bey atas jasanya membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Penghargaan internasional lainnya yaitu Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah pada tahun 1980, dan penghargaan dari beberapa ulama dan pemikir terkenal seperti Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan Abul A'la Maududi.

Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi melalui Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi. Ia juga memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang politik Islam dari Universitas Islam Libanon pada tahun 1967. Pada tahun 1991, ia memperoleh dua gelar kehormatan, yaitu dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia.Pemerintah Indonesia baru menghormatinya setelah 15 tahun kematiannya, pada 10 November 2008 Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Sukarno dan Wanita

sukarno dan istri ke 3
Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia, merupakan gambaran seorang pemimpin besar di mata rakyat Indonesia. Jiwa kepemimpinan dan karismanya yang terpancar kuat mungkin masih dapat disaksimatakan oleh beberapa orang yang masih hidup di masa Sukarno berkuasa. Daya tarik Sukarno inilah yang juga sulit untuk ditolak oleh beberapa perempuan yang pernah hadir sebagai penghias hati bapak proklamator Indonesia ini. Tercatat ada 9 orang wanita yang pernah dinikahinya. Sampai akhir hidupnya, beberapa telah berstatus sebagai mantan istri dan beberapa lagi masih menjadi istri yang sah.
Sukarno memang adalah seorang pecinta dan pemuja wanita. Ibarat kumbang di taman yang hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain, demikianlah Sukarno. Sukarno memang bukan sosok manusia hipokrit. Dalam wawancara yang dilakukan Cindy Adams, penulis biografinya, dengan terang-terangan Sukarno mengatakan, " I'm a very physical man. I must have sex everyday. "
Reni Nurhayati, sang penulis buku, menilai bahwa memang tak ada satupun dari istri-istri Sukarno yang tidak cantik. Pada Bambang Widjanarko, orang yang pernah 8 tahun menjadi ajudannya, ia berujar, "Ya, aku senang melihat wanita cantik. Aku akan merasa lebih berdosa bila berpura-pura dengan mengatakan tidak atau bersikap seakan tidak senang. Berpura-pura seperti itu namanya munafik dan aku tidak mau munafik." Di saat yang berbeda, ia juga pernah mengatakan, "Aku menjunjung Nabi Besar. Aku mempelajari ucapan-ucapan beliau dengan teliti. Jadi, moralnya bagiku adalah: bukanlah suatu dosa atau tidak sopan kalau seseorang mengagumi perempuan yang cantik. Dan aku tidak malu berbuat begitu, karena melakukan itu pada hakekatnya aku memuji Tuhan dan memuji apa yang telah diciptakanNya."
Siti Utari Tjokroaminoto, Inggit Ganarsih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manopo, Naoko Nemoto yang kemudian berganti nama menjadi Ratnasari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar, demikian nama kesembilan bunga hati Sukarno. Cinta memang buta, ia juga tak kenal usia, demikianlah faktanya yang terjadi dengan cinta Sukarno. Mulai dari yang lebih tua darinya 15 tahun (Inggit Ganarsih) hingga yang lebih muda 46 tahun (Heldy Djafar), semua telah jatuh dalam pesona Sukarno. Bagi Sukarno, kebahagiaan dalam perkawinan baru akan tercapai apabila si istri merupakan perpaduan daripada seorang ibu, kekasih dan seorang kawan. Hal ini mungkin yang membuat Sukarno tetap bisa bersikap sama romantis terhadap istri tua maupun istri mudanya. Ia sanggup membuat istri-istrinya merasa bahwa merekalah satu-satunya wanita dalam hidup Sukarno.

Kepiawaian Sukarno mengambil hati wanita memang tidak diragukan lagi. Surat cinta, rayuan, dan sikap gentleman khas Sukarno menjadi hal yang masih dapat dikenang oleh istri dan mantan istrinya. Kendati beberapa diantaranya sudah bercerai dan menikah lagi dengan pria lain, mereka masih fasih membahasakan kembali sederetan kata indah yang pernah ditulis dan diucapkan oleh Sukarno. Banyak gelar yang akhirnya orang sandangkan pada Sukarno menyangkut keahliannya yang satu ini, diantaranya Arjuna, Casanava Cinta, dan Don Juan, sedangkan dari pengagumnya di luar negeri ia dijuluki A Great Lover. Sepak terjangnya memang telah sampai menjadi sorotan dunia, pers barat bahkan dengan sinis menyebutnya " Le Grand Seducteur - tidak bisa melihat rok wanita tanpa bernafsu".
Bagaimanapun penilaian kita pada pribadi Sukarno mengenai kehidupan asmaranya bersama wanita-wanitanya, beliau tetaplah aktor sejarah yang sangat berpengaruh besar terhadap bangsa Indonesia. Dibalik perjuangannya bagi bangsa ini, tertoreh nama Inggit Ginarsih yang Sukarno sendiri sebut sebagai Srikandi Indonesia di depan khalayak ramai pada waktu Kongres Indonesia Raya di Surabaya tahun 1931, dan Fatmawati sang penjahit bendera pusaka Indonesia.
Tidak tahu seberapa besar cintanya pada istri yang satu maupun istri yang lainnya namun satu hal yang pasti cintanya pada Ibu Pertiwi sangatlah besar. Ratna Sari Dewi dalam buku Bung Karno Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku: Kenangan 100 Tahun Bung Karno, menyatakan bahwa sesungguhnya Sukarno adalah seorang pahlawan sejati yang hanya mencintai negara dan bangsanya.

sumber 
http://id.shvoong.com

Ki Samin Surosentiko dan Ajarannya(Blora, Jawa tengah)

Ki Samin Surosentiko
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang asli adalah Raden Kohar . Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengmbangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya.

Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial.Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah + 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan. Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai RATU ADIL,dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh radenPranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di luar jawa pada tahun 1914.

Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan pergerakan Samin. Wongsorejo, salah satu pengikut Samin menyebarkan ajarannya didistrik Jawa, Madiun. Di sini orang-orang Desa dihasut untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial. Akan tetapi Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.

Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan, sedangkan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati.

Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, tetapi mengalami kegagalan.

Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial belanda menaikkan Pajak, bahkan di daerah Purwodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati Pamong Desa dan Polisi, demikian juga di Distrik Balerejo, Madiun.

Di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi

Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau membayar pajak.

Tahun 1930, perlawanan Samin terhadap pemerintah Kolonial terhenti, hal ini disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh

Dalam naskah tulisan tangan yang diketemukan di Desa Tapelan yang berjudul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut juga kaitan Samin Surosentiko dengan Adipati Sumoroto

Dari data yang ditemukan dalam Serat Punjer Kawitan dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya bernama Raden Kohar , adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara lain.


Ajaran Kebatinan


Menurut warga Samin di Desa Tapelan, Samin Surosentiko dapat menulis dan membaca aksara Jawa, hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa buku peninggalan Samin Surosentiko yang diketemukan di Desa Tapelan dan beberapa desa samin lainnya.

Khusus di Desa Tapelan buku-bukun peninggalan Samin Surosentiko disebut SERAT JAMUSKALIMOSODO, serat Jamuskalimosodo ini ada beberapa buku. Di antaranya adalah buku Serat Uri-uri Pambudi, yaitu buku tentang pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi.

Ajaran kebatinan Samin surosentiko adalah perihal “ manunggaling kawulo Gusti atau sangkan paraning dumadi “. Menurut Samin Surosentiko , perihal manunggaling kawulo Gusti itu dapat diibaratkan sebagai “ rangka umanjing curiga “( tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya ). Dalam buku Serat Uri-uri Pambudi diterangkan sebagai berikut :

“Tempat keris yang meresap masuk dalam kerisnya mengibaratkan ilmu ke-Tuhan-an. Hal ini menunjukkan pamor (pencampuran) antara mahkluk dan Khaliknya yang benar-benar sejati. Bila mahkluk musnah, yang ada hanyalah Tuhan (Khalik). Senjata tajam merupakan ibarat campuran yang menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran mahkluk dan Khaliknya. Sebenarnya yang dinamakan hidup hanyalah terhalang oleh adanya badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging dan tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah yang sama-sama menjadi pancer (pokok) kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal yang ada di semesta alam.”

Di tempat lain Samin Surosentiko menjelaskan lagi sebagai berikut :

“ Yang dinamakan sifat Wisesa (penguasa utama/luhur) yang bertindak sebagai wakil Allah, yaitu ingsun (aku, saya), yang membikin rumah besar, yang merupakan dinding (tirai) yaitu badan atau tubuh kita (yaitu yang merupakan realisasi kehadirannya ingsun). Yang bersujud adalah mahkluk, sedang yang disujudi adalah Khalik, (Allah, Tuhan). Hal ini sebenarnya hanya terdindingi oleh sifat. Maksudnya, hudip mandiri itu sebenarnya telah berkumpul menjadi satu antara mahkluk dan Khaliknya.”

Selanjutnya menurut Samin Surosentiko, yang bertindak mencari sandang pangan kita sehari-hari adalah “ Saderek gangsal kalima pancer” adapun jiwa kita diibaratkan oleh Samin sebagai mandor. Seorag mandor harus mengawasi kuli-kulinya. Atau lebih jelasnya dikatakan sebagai berikut:

“ Gajah Seno saudara Wrekodara yang berwujud gajah. Jelasnya saudara yang berjumlah lima itu mengibaratkan ilmu ke-Tuhan-an. Hal ini perlu dicapai (yaitu tiga saudara, empat dan lima pokoknya). Adapun yang bekerja mencari sandang pangan setiap hari itu adalah saudara kita berlima itu. Adapun jiwa (sukma) kita bertindak sebagai mandor. Itulah sebabnya mandor harus berpegang teguh pada kekuasaan yang berada ditangannya untuk mengatur anak buahnya, agar semuanya selamat. Sebaliknya apabila anak buahnya tadi betindak salah dan tindakan tersebut dibiarkan saja, maka lama kelamaan mereka kian berbuat seenaknya. Hal ini akan mengakibatkan penderitaan.

Pengandaian jiwa sebagai mandhor dan sedulur papat kalima pancer sebagai kuli-kuli tersebut diatas adalah sangat menarik. Kata-kata ini erat hubungannya dengan kerja paksa/kerja rodi di hutan-hutan jati di daerah Blora dan sekitarnya. Pekerja rodi terdiri dari mandor dan kuli. Mandhor berfungsi sebagai pengawas, sedangkan kuli berfungsi sebagai pekerja. Pemakaian kata yang sederhana tersebut oleh Samin Surosentiko dikandung maksud agar ajarannya dapat dimengerti oleh murid-muridnya yang umumnya adalah orang desa yang terkena kerja paksa.

Menurut Samin Surosentiko, tugas manusia di dunia adalah sebagai utusan Tuhan. Jadi apa yang dialami oleh manusia di dunia adalah kehendak Tuhan. Oleh karena itu sedih dan gembira, sehat dan sakit, bahagia dan sedih, harus diterima sebagai hal yang wajar. Hal tersebut bisa dilihat pada ajarannya yang berbunyi :

“ ..Menurut perjanjian, manusia adalah pesuruh Tuhan di dunia untuk menambah kendahan jagad raya. Dalam hubungan ini masyarakat harus menyadari bahwa mereka hanyalah sekedar melaksanakan perintah. Oleh karena itu apabila manusia mengalami kebahagiaan dan kecelakaan, sedih dan gembira, sehat dan sakit, semuanya harus diterima tanpa keluhan, sebab manusia terikat dengan perjanjiannya. Yang terpenting adalah manusia hidup di dunia ini harus mematuhi hukum Tuhan, yaitu memahami pada asal-usulnya masing-masing….”

Samin Surosentiko juga mengajarkan pengikutnya untuk berbuat kebajikan, kejujuran dan kesabaran. Murid-muridnya dilarang mempunyai rasa dendam. Adapun ajaran selengkapnya sebagai berikut:

“ …Arah tujuannya agar dapat berbuat baik dengan niat yang sungguh-sungguh, sehingga tidak ragu-ragu lagi. Tekad jangan sampai goyah oleh sembarang godaan, serta harus menjalankan kesabaran lahir dan batin, sehingga bagaikan mati dalam hidup. Segala tindak-tanduk yang terlahir haruslah dapat menerima segala cobaan yang datang padanya, walaupun terserang sakit, hidupnya mengalami kesulitan, tidak disenangi orang, dijelek-jelekkan orang, semuanya harus diterima tanpa gerutuan, apalagi sampai membalas berbuat jahat, melainkan orang harus selalu ingat pada Tuhan…,”

Ajaran di atas dalam tradisi lisan di desa Tapelan dikenal sebagai “ angger-angger pratikel” (hukum tindak tanduk), “ angger-angger pengucap “ (hukum berbicara), serta “ angger-angger lakonana” (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan).

Hukum yang pertama berbunyi “Aja dengki srei, tukar padu, dahpen kemeren, aja kutil jumput, mbedog colong.” Maksudnya, warga samin dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan dilarang mengambil milik orang.

Hukum ke dua berbunyi “ Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pengucap saka sanga budhelane ana pitu.” Maksud hukum ini , orang berbicara harus meletakkan pembicaraannya diantara angka lima, tujuh dan sembilan. Angka-angka tersebut hanyalah simbolik belaka. Jelasnya, kita harus memelihara mulut kita dari segala kata-kata yang tidak senonoh atau kata-kata yang menyakitkan orang lain. Kata-kata yang tidak senonoh dan dapat menyakitkan orang lain dapat mengakibatkan hidup manusia ini tidak sempurna.

Adapun hukum yang ke tiga berbunyi “ Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokale dilakoni.” Maksudnya, warga Samin senantiasa diharap ingat pada kesabaran dan berbuat “ bagaikan orang mati dalam hidup “

Menurut Samin Surosentiko, semua ajaran diatas dapat berjalan denganbaik asalkan orang yang menerima mau melatih diri dalam hal samadi. Ajaran ini tertuang dalam Serat Uri-uri Pambudi yang berbunyi sebagai berikut : “…Adapun batinnya agar dapat mengetahui benar-benar akan perihal peristiwa kematiannya, yaitu dengan cara samadi, berlatih “mati” senyampang masih hidup (mencicipi mati) sehingga dapat menanggulangi segala godaan yang menghalang-halangi perjalanannya bersatu dengan Tuhan, agar upaya kukuh, dapat terwujud, dan terhindar dari bencana.”

Selanjutnya menurut Samin Surosentiko, setelah manusia meninggal diharapkan roh manusia yang meninggal tadi tidak menitis ke dunia, baik sebagai binatang( bagi manusia yang banyak dosa) atau sebagai manusia (bagi manusia yang tidak banyak dosa), tapi bersatu kembali dengan Tuhannya. Hal ini diterangkan Samin Surosentiko dengan contoh-contoh yang sulit dimengerti orang apabila yang bersangkutan tak banyak membaca buku-buku kebatinan. Demikian kata Samin Surosentiko :

“ …Teka-teki ini menunjukkan bahwa jarak dari betal makmur ke betal mukaram sejengkal, dan dari betal mukaram ke betal mukadas juga sejengkal. Jadi triloka itu jaraknya berjumlah tiga jengkal. Kelak apabila manusia meninggal dunia supaya diusahakan tidak terkuasai oleh triloka. Hal ini seperti ajaran Pendeta Jamadagni. Tekad pendeta Jamadagni yang ingin meninggalkan dunia tanpa terikat oleh triloka itu diceritakan oleh Serat Rama. Pada awalnya ingin menitis pada bayi yang lahir (lahir kembali kedunia). Oleh karena itulah pada waktu meninggal dunia dia berusaha tidak salah jalan, yaitu kembali ke rahim wanita lagi. (jangan sampai menitis kembali pada bayi, lahir kembali ke dunia).”

Dari keterangan diatas dapatlah diketahiu bahwa Samin Surosentiko tidak menganut faham ‘Penitisan’ tapi menganut faham ‘ manunggaling kawulo Gusti’ atau ‘sangkan paraning dumadi’.

Dari ajaran-ajaran tertulis di atas jelas kiranya bahwa Samin Surosentiko adalah seorang “theis”. Keparcayaan pada Tuhan, yang disebutnya dengan istilah-istilah Gusti, Pangeran, Allah, Gusti Allah, sangatlah kuat, hal ini bisa dilihat pada ajarannya :

“ Adapun Tuhan itu ada, jelasnya ada empat. Batas dunia disebelah utara, selatan, timur, dan barat. Keempatnya menjadi bukti bahwa Tuhan itu ada (adanya semesta alam dan isinya itu juga merupakan bukti bahwa Tuhan itu ada….”

Demikianlah cuplikan ajaran Samin Surosentiko yang berasal dari Serat Uri-uri Pambudi. Selanjutnya akan dijelaskan ajaran Samin Surosentiko yang terdapat dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten. Buku ini maknanya pengukuhan kehidupan yang sejati.

Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa. Disini yang akan dikutip adalah sebuah tembang Pangkur yang mengandung ajaran perihal Perkawainan. Adapun tembang Pangkur yang dimaksud seperti dibawah ini :

Saha malih dadya garan, 
anggegulang gelunganing pembudi,
palakrama nguwoh mangun,
memangun traping widya,
kasampar kasandhung dugi prayogantuk,
ambudya atmaja tama,
mugi-mugu dadi kanthi.”

Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja Tama” (anak yang mulia). Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang temanten laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”

Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.

Ajaran Politik


Dalam ajaran politiknya Samin Surosentiko mengajak pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintahan Koloniak Belanda. Hal ini terwujud dalam sikap :

1.Penolakan membayar pajak
2.penolakan memperbaiki jalan
3.penolakan jaga malam (ronda)
4.penolakan kerja paksa/rodi

Samin Surosentiko juga memberikan ajaran mengenai kenegaraan yang tertuang dalam Serat Pikukuh Kasajaten, yaitu sebuah Negara akan terkenal dan disegani orang serta dapat digunakan sebagai tempat berlindung rakyatnya apabila para warganya selalu memperhatikan ilmu pengetahuan dan hidup dalam perdamaian.

Dalam salah satu ceramahnya yang dilakukan tanah lapang Desa Bapangan Blora, pada malam Kamis legi, 7 Pebruari 1889 yang menyatakan bahwa tanah Jawa adalah milik keturunan Pandawa. Keturunan Pandawa adalah keluarga Majapahit. Sejarah ini termuat dalam Serat Punjer Kawitan. Atas dasar Serat Punjer Kawitan itulah, Samin Surosentiko mengajak pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintah Belanda. Tanah Jawa bukan milik Belanda. Tanah Jawa adalah tanah milik “ wong Jawa “. Oleh karena itulah maka tarikan pajak tidak dibayarkan. Pohon-pohon jati di hutan ditebangi, sebab pohon jati dianggap warisan dari leluhur Pandawa. Tentu saja ajaran itu menggegerkan Pemerintahan Belanda, sehingga Pemerintah Belanda melakukan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin ajaran Samin.

Geger Samin atau Pergerakan Samin yang dipimpin oleh Samin Surosentiko sebenarnya bukan saja desebabkanoleh faktor ekonomis saja, akantetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain. Yang jelas pemberontakan melawan Pemerintahan Kolonial Belanda didasarkan pada kebudayaan Jawa yang religius.. Dengan demikian ajaran Samin surosentiko bukanlah ajaran yang pesimitis, melainkan ajaran yang penuh kreatifitas dan keberanian.

Samin Surosentiko yang hidup dari tahun 1859 sampai tahun 1914 ternyata telah memberi warna sejarah perjuangan bangsa, walaupun orang-orang di daerahnya, Blora yang bukan warga Samin mencemoohkannya, tapi sejarah telah mencatatnya, dia telah mampu menghimpun kekuatan yang luar biasa besarnya. Ajaran-ajarannya tidak hanya tersebar didaerah Blora saja, tetapi tersebar di beberapa daerah lainnya, seperti : Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Madiun, Jember, Banyuwangi, Purwodadi, Pati, Rembang, Kudus, Brebes, dan lain-lain.