Surat cerai Soekarno untuk Inggit

SUKARNO INGGIT
Inggit Garnasih harus menelan pil pahit manakala sang suami Soekarno mengungkapkan keinginannya untuk menikah lagi. Tegas Inggit menolak untuk dipoligami. Akhirnya perceraian pun tak bisa dihindarkan.

Soekarno dan Inggit menikah pada tahun 1923, kala itu usia Inggit jauh lebih tua. Inggit setia mendampingi Soekarno muda yang masih berapi-api memperjuangkan kemerdekaan dari tangan kolonial.

Hampir setiap hari Soekarno yang biasa dipanggil Kusno oleh Inggit keliling Bandung untuk memberikan orasi politiknya. Tanpa mengenal lelah sedikit pun Inggit selalu menemani.

Sampai pada akhirnya, kekhawatiran Inggit menjadi kenyataan, Soekarno bersama rekannya yang baru dari Yogyakarta diturunkan di Stasiun Cicalengka, Bandung. Selanjutnya dengan pengawalan ketat polisi, Soekarno dijebloskan ke Penjara Banceuy.

Didorong rasa cinta, Inggit berulang kali mencoba membesuk, namun ditolak. Dengan setia dia menunggu sampai Soekarno bebas. Ternyata Penjara Banceuy bukanlah yang terakhir, Soekarno kemudian dibuang ke Flores, diasingkan ke Bengkulu. Dalam kondisi itu Inggit masih setia mendampingi.

Di Bengkulu, prahara rumah tangga Inggit dan Soekarno mulai terkoyak. Soekarno kepincut sosok wanita muda berparas ayu. Wanita itu bernama Fatimah. Soekarno yang terlanjur jatuh cinta, meminta izin ke Inggit untuk menikah lagi.

"Aku tidak bermaksud menyingkirkanmu. Merupakan keinginanku untuk menetapkanmu dalam kedudukan paling atas dan engkau tetap sebagai istri yang pertama, jadi memegang segala kehormatan yang bersangkutan dengan hal ini, sementara aku dengan mematuhi hukuman agama dan dan hukuman sipil, mengambil istri kedua agar mendapatkan keturunan," ujar Soekarno ke Inggit seperti dikutip dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.

Berbagai alasan yang diungkapkan Soekarno tak juga dapat menggoyahkan prinsip Inggit yang menolak dimadu. Akhirnya setelah hampir dua puluh tahun bersama, keduanya sepakat bercerai. Soekarno mengembalikan Inggit ke orangtuanya di Bandung.

Soekarno pun membuat surat perjanjian yang ditandatangani juga oleh Inggit. Dalam surat itu Soekarno menjatuhkan talak kedua, dan berjanji memberikan sebuah rumah, tunjangan hidup dan membayar hutang Rp 6.230 rupiah, tapi tak semua dipenuhi. Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan Hadji Mas Mansoer menjadi saksi perjanjian itu.

Kemudian, pada 1 Juni 1943, Soekarno menikahi Fatimah yang belakangan namanya diubah menjadi Fatmawati. Saat itu Fatmawati berusia 20 tahun sedangkan Soekarno berusia 41 tahun. Dari pernikahan itu mereka dianugerahi lima anak yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.

Lagi-lagi Soekarno jatuh hati pada seorang wanita. Keinginan Soekarno menikahi Hartini, ditolak oleh Fatmawati yang memang memiliki prinsip menolak dimadu. Fatmawati lebih memilih menanggalkan status ibu negara, dan hidup tenang bersama anaknya.


merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar