Langkah Gerilya Untuk Negara (Jenderal Soedirman)

Jendral Soedirman
Setelah Belanda menguasai ibu kota Indonesia (Yogyakarta) dalam Agresi militer belanda II mengasingkan Ir. Sukarno dan Moh. Hatta, Jenderal Sudirman memilih melakukan perlawanan. Berawal dari rumah Jenderal Soedirman yang terdapat di Jalan Bintaran Wetan no.3 Yogyakarta, yang sekarang menjadi Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman melewati jalur selatan. Jenderal Soedirman dan pasukan melewati daerah membentang antara Yogyakarta, Panggang, Wonosari, Pracimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sambit, Trenggalek, Bendorejo, Tulungagung, Kediri, Bajulan, Girimarto, Warungbung, Gunungtukul, Trenggalek (lagi), Panggul, Wonokarto dan Sobo (memimpin gerilya selama 3 bulan, 28 hari). Baru kemudian dari Sobo menuju Yogyakarta melewati Baturetno, Gajahmungkur, Pulo, Ponjong, Piyungan, Prambanan dan baru pada tanggal 10 Juli 1949 kembali lagi ke Yogyakarta.

Peta Gerilya Jendral Soedirman


Letkol dr. wiliater Hutagalung yang sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial dan ditugaskan untuk membentuk jaringan pesiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III. Menjadi penghubung antara Panglima Besar Soedirman dengan Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto dan Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Selain itu, sebagai dokter spesialis paru, setiap ada kesempatan, juga ikut merawat Pangsar yang saat itu menderita penyakit paru. Dalam perjalanan gerilya Jenderal Soedirman merencanakan “grand design” serangan umum 1 Maret. Oleh  Letkol dr. wiliater Hutagalung dihubungkan kepada Divisi II dan III, Juga diberitahukan kepada Sultan Hamengku Buwono IX selaku penanggung jawab Yogyakarta, beberapa masukan diberikan Sultan Hamengku Buwono IX. Gerilya Jendral Soedirman pun terus berlanjut.

Ketika berada di daerah Sedayu, ia hampir tertangka karena desa tersebut di dikepung dan diserang oleh Belanda, hanya karena turunnya hujan yang lebat Beliau berhasil menyelamatkan diri. Selama bergerilya, Panglima Besar tetap mengeluarkan perintah-perintah hariannya berisi juga amanat baik untuk angkatan perang maupun rakyat pada umumnya. Panjang seluruh Route Gerilya pangsar Jenderal Sudirman, dihitung dari Yogyakarta sampai ke perbatasan Jawa Timur pergi dan pulang yaitu melalui 75 buah kota besar dan kota keci yang secara teoritis meliputi 900 kolometer. Pada kenyataan panjangnya menccapai 1.009 km yang sebagian besar ditempuh dnegan berjalan kaki.

Panglima besar Jenderal Sudirman dan rombongan memasuki kota Yogyakarta kembai tanggal 10 Juli 1949, kembali memenuhi panggilan Pmerintah Pusat di Ibukota Yogyakarta setelah kota itu bersih dari pendudukan musuh. Di kiri-kanan rakyat berjejel-jejel menyambut dengan meriah. Mereka ingin meliaht wajah Pangsar yang lebih suka memilih medan gerilya dari pada beristirahat di tempat tidur. Banyak diantara rakyat maupun prajurit yang selama bergerilya terkenal berani, tak urung eneteskan airmata atau menangis tersedu-sedu terutama waktu parade penyambutan Pangsar di Alun-alun Utara Yogyakarta. Setelah mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisik Pangsar yang pucat dan kurus rasa haru dan kagum bercampur menjadi satu. Hal itu menunjukkan betapa agungnya Jenderal Sudirman di hati anak buahnya.

Selama bergerilya kesehatan Jenderal Sudirman kurang baik, bahkan menurun dan beberapa kali beliau jatuh pingsan. Di Ygyakarta kesehatannya diperiksa kembali. Teryata paru-paru yang sebela lagi sudah pula terserang penyakit. Karena itu Pangsar diharuskan beristirahat di rumah sakit, tepatnya di rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Kesehatan pangsar kian hari kian bertambah parah. Sing hari tanggal 29 Januari 1950 Jenderal Sudirman Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia berpulang di rahmatullah di pesanggrahan Militer, jalan Badaan, magelang. Jenazahnya dimakamkan esok harinya di Taman makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta.


“ Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga” (Panglima Besar Jenderal Sudirman).

0 komentar:

Posting Komentar