
Peramal itu ahli dalam meramal menggunakan metode ranting-ranting kayu; dia melemparkan ranting-ranting itu ke tanah, kemudian menafsirkannya berdasarkan posisi jatuhnya. Tapi hari itu dia tidak melemparkan ranting-ranting tersebut, melainkan menbungkusnya dalam selembar kain, dan memasukkannya kembali ke dalam tasnya. "Aku mencari nafkah dengan meramal masa depan orang-orang. " Katanya. "Aku menguasai ilmu membaca ranting-ranting, dan aku tahu cara menggunakan mereka untuk menembus ke tempat segala sesuatunya telah tertulis. Di sana aku bisa membaca masa lampau, menemukan apa-apa yang telah terlupakan, dan memahami pertanda-pertanda yang ada di masa sekarang. "Kalau orang-orang datang berkonsultasi padaku, aku bukannya membaca masa depan mereka; aku sekedar menebak. Masa depan adalah milik Tuhan, dan hanya Dia-lah yang bisa mengungkapnya, dalam keadaan-keadaan tertentu. Bagaimana caraku menebak masa depan?
Berdasarkan pertanda- pertanda yang ada sekarang ini. Rahasianya ada pada saat sekarang ini. Kalau kau menaruh perhatian pada saat sekarang, kau bisa memperbaikinya. Dan kalau kau memperbaiki saat sekarang ini, apa yang akan datang juga akan lebih baik. Lupakan soal masa depan, jalani setiap hari sesuai ajaran-ajaran yang telah kau terima, yakinlah bahwa Tuhan mengasihi hamba-Nya. Setiap hari membawa keabadian bersamanya." Si laki-laki tersebut bertanya, dalam keadaan-keaadaan apa Tuhan bersedia membukakan masa depannya. "Hanya kalau Dia sendiri hendak mengungkapnya. Dan Tuhan jarang sekali mengungkap masa depan. Kalaupun Dia melakukannya, alasannya hanya satu: masa depan itu telah digariskan untuk diubah.
Romo Mardjo