“Mei, bangun.. Sarapanmu udah mama siapin di meja.” Tradisi ini sudah berlangsung 22 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat tapi kebiasaan mama tak pernah berubah,meskipun aku hanya pulang sekali2 menjenguknya
“Mama sayang… ga usah repot-repot ma, aku sudah dewasa.” pintaku pada mama pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah.
Pun ketika mama mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya, ingin kubalas jasa mama selama ini dengan hasil keringatku.. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan.
Kenapa mama mudah sekali sedih? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami mama karena dari sebuah artikel yang kubaca.. orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak. tapi entahlah..
Niatku ingin membahagiakan malah membuat mama sedih. Seperti biasa, mama tidak akan pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya “Ma, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan mama. Apa yang bikin mama sedih?” Kutatap sudut-sudut mata mama, ada genangan air mata di sana. Terbata-bata mama berkata, “Tiba-tiba mama merasa kalian tidak lagi membutuhkan mama. Kamu sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Mama tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kamu, mama tidak bisa lagi jajanin kamu. Semua sudah bisa kamu lakukan sendiri”
Ah, Ya Tuhan, ternyata buat seorang Ibu.. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya.
Diam-diam aku merenungkan. Apa yang telah kupersembahkan untuk mama dalam usiaku sekarang? Adakah mama bahagia dan bangga pada putrinya?
Ketika itu kutanya pada mama. Mama menjawab “Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kamu berikan pada mama. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kamu berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat mama. Setelah dewasa, kamu berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat mama. Setiap kali binar mata kamu mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua.”
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap “Ampunkan aku ya Tuhan kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada mama. Masih banyak alasan ketika mama menginginkan sesuatu.” Betapa sabarnya mamaku melalui liku-liku kehidupan..
Mamaku seorang yang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Ah, maafin kami mama….. 18 jam sehari sebagai “pekerja” seakan tak pernah membuat mama lelah..Sanggupkah aku ya Tuhan?
“Mei Lan, bangun nak.. sarapannya udah mama siapin di meja.. ”
Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul mama sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan.. “Terimakasih mama, aku beruntung sekali memiliki mama yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan mama.” Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan..
Cintaku ini milikmu, Mama. Aku masih sangat membutuhkanmu.. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..
kutipan dari yayasan bunda maria
Langganan:
Posting Komentar (Atom)