Satu Tahun Kosong


Satu tahun sudah ak pergi meninggalkan desaku. Desa tempat ibu bekerja keras mengeluarkan ak, desa tempat ak belajar berjalan di dalam got(sungai kecil tak berair, untuk aliran ais saat musim hujan), Tempat ak belajar menangkap udang, lompat dari atas jembatan ke arah sungai, Setahun sudah aku meninggalkan teman-teman sepenanggungan, menanggung anggur orang tua, yang sungguh aku rindukan rasanya, bukan rasa anggurnya tapi rasa kebersamaan kita. Setahun sudah ak meninggalkan dia tanpa sehelai pesan mesra, tanpa sekecup ciuman, tanpa hangat pelukan. Semoga dia masih mau menungguku.

Setahun ini ak sudah belajar banyak, minimal ak sudah belajar memasak, belajar membenahi selimut tempat tidur, belajar menata buku di rak buku. belajar menuliskan sepatah-duapatah kata dalam cretan kertas putih. belajar menggunakan bahasa planet lain. Banyak hal yang sudah aku pelajari, namun masih lebih banyak hal yang harus dan harus ak peljari. bukan cuma sekedar memasak, bukan sekedar menata buku. tetapi belajar hidup, belajar menemukan jalan yang di berikan Tuhan. 

Ketika aku berlayar ke sini, hanya seorang ayah dan seorang kakak mengantarku. Tetapi rasanya seluruh dunia bersorak menyemangati, riuh teriakan tangisan di bandara, walau bukan buat aku, buat orang yang mereka sayangi, tapi terasa turut memberi smangat padaku. Namun kekawatiran muncul setalah sampai sini, aku tak dapat berucap, bertegur sapa dengan orang-orang asing di dunia yang asing. 

Hari-demi hari ak lalu tanpa perubahan, hanya berbicara dengan orang-orang sejeni, hingga seseorang mengajaku ke Bibliothek (perpustakaan). seorang teman memberi sedikit pengarahan apa yang harus ak pelajari, namun membuka mataku bahwa ak harus lebih bekerja keras di sini, ini dunia asing, kita harus lebih di banding penghuni asli supaya bisa hidup, lebih kerja keras, lebih tekun, lebih ulet. 

Satu tahun sudah aku belajar, bekerja, untuk menghasilkan suatu hal yang besar. Namun satu tahun sudah ak se[perti menghancurkan hidupku, aku tak sekuat batu karang yang melawan ombak, aku tak sekeras batu yang tak pecah di hantam panasnya magma. Aku gagal dengen tes demi tes yang ak lewati. 

Satu tahun sudah ak menghabiskan uang-uangku, hingga waktu seperti tak menginginkanku untuk tetap berusaha. waktu seperti tak inginkanku berada di sini, waktu seperti membuangku ke jurang yang terdalam. Kala itu uangku tinggal 100 euro. bisa apa coba? buat bayar rumah saja tak cukup. selembar uang 100euro di linting cuma bisa buat ngilangin kotoran hidung. ak cari kerja dan tak menemukan satupun tempat yang mau menerimaku. jalan setiap hari, bertanya ke resto-resto.
Hari teur berjalan uangku semakin berkurang hingga titik terendah yaitu 20 euro.

Ya walau sekarang ak sudah kembali ketitik aman, tabungan 1000 euro, tapi ak belum menemukan titik aman dalam hidupku. aku belum mendapatkan selembar ijasah. Aku coba dapatkan itu. 

Bertambah satu tahun sudah aku mengecewakan orang tuaku yang mendidik aku. karena saat ini ak sama sekali belom menjadi apa-apa. belum bisa memberikan hasil didikan yang memuaskan dari orang tua ku. 

Satu tahun sudah
satu tahun sudah
satu tahun sudah

Aku kecewa pada diriku sendiri

0 komentar:

Posting Komentar