"SOAL JUDI, ADA ATURAN, ADA UNDANG-UNDANGNYA" Bang Ali Sadikin Menjawab

 Saat saya tanyakan tentang aturan dan hukum mengenai judi di Jakarta
"Ada" jawab pak Djumadjitin, Sekda saya itu
"Kekuasaan ada pada kepala daerah, sesuai dengan perundang-undangan" lanjutnya. Setelah mendengar penjelasan itu saya jadi mantap karena ada pegangan. "Saya akan menertibkan perjudian itu" kata saya didepan pak Djumadjitin. "Dari judi saya akan pungut pajak" lanjut saya.
"Boleh. Bisa" Pak Djumadjitin meyakinkan."Undang-undang no.11 tahun 1957 yang memungkinkan Pemerintah Daerah memungut pajak atas perjudian. Hanya gubernur-gubernur lain tidak berani melakukan" jelasnya.
"Untuk keperluan rakyat Jakarta saya berani" jawab saya.
Bekas gubernur Sumarno berencana mengesahkan judi, tapi ragu karena harus menenggang bung Karno. Demikian juga rencana walikota Sudiro mengadakan casino di pulau Edam, tapi ditolak oleh partai-partai agama. "Undang-undang menetapkan, bahwa Kepala daerah bisa memberikan izin kepada seorang bandar Cina, yang menganggap judi adalah budaya Cina. Dan yang boleh berjudi itu hanya orang Cina" tambah pak Djumadjitin.
 
Bagi saya tidak perlu menghubungi menteri sosial. Penjabat Presiden Soeharto pun hanya saya lapori, tidak meminta persetujuan. Pikir saya kalau nanti terjadi apa-apa dengan soal judi biar saya sebagai gubernur yang bertanggung jawab. DPRD yang secara politis dan moralpun tidak akan setuju, juga tidak saya minta persetujuannya.
 
Setelah saya mengizinkan judi, menerbitkan perjudian dan memungut pajak dari sana, orang yang tidak suka kepada kebijaksanaan saya itu menyebut saya "Gubernur Judi" atau bahkan "Gubernur Maksiat". Apa boleh buat saya harus berani bertanggungjawab dengan apa yang saya lakukan.
Tahun 73 Kopkamtib menyatakan pelarangan judi di Jawa tengah dan Jawa barat. Beberapa anak muda yang menyatakan sebagai "Generasi Muda" menyatakan dukungan itu dan mengucapkan terimakasih kepada Kopkamtib.
 
Para wartawan lalu menemui saya. "Soal itu tergantung pada Kopkamtib" jawab saya. Tapi saya didesak terus, sehingga saya meluap.
"Kalian seperti beo saja" kata saya jengkel "Pemerintah bicara judi, kalian ikut-ikutan bicara judi. Apa maunya?".
 
Masih jengkel saya "Judi dan perjudian di Jakarta ini resmi berdasarkan undang-undang. Legal. Lebih baik perjudian itu resmi daripada sembunyi-sembunyi. Kalau secara gelap-gelapan, siapa yang mengambil untungnya? Ayo jawab!. Siapa yang untung kalau gelap-gelapan?"
Saya katakan pula dengan keras dari hasil pajak judi itu pemerintah Daerah Jakarta bisa membangun gedung SD sekian, SLP sekian, SLA sekian, memperbaiki kampung, membuat jalan, dan lain-lain.
"Coba, apakah itu anak-anak muda yang menamakan dirinya generasi muda sanggup kentut yang bisa menghasilkan uang bermiliar rupiah? Ayo coba!" Saya marah. Memang saya merasa dipancing dan marah.
 
Saya jalan, hendak masuk ruang kerja. Tapi kemarahan saya masih belum reda. Saya membalikkan muka kepada para wartawan itu "Dua orang pernah bilang, daripada judi lebih baik pakai zakat fitrah saja guna mencari uang buat pembangunan. Tapi apa hasilnya? Cuma dapat berapa? Tidak lebih dari lima belas juta rupiah tahun lalu (1972). Setelah saya kerja keras, jumlahnya naik jadi 75 juta lebih. Cuma segitu"
 
Sumber:
1. Buku ALI SADIKIN. Membenahi Jakarta Menjadi Kota Yang Manusiawi

 
dari sumber wawancara :
Pers: Jajaran Muspida menyetujui langkah ini?
Bang Ali: Tidak ada alasan, baik dari pihak Kodam maupun Kepolisian untuk tidak setuju. Sebab uang tersebut langsung disetorkan bandar ke rekening pemerintah DKI yang nantinya masuk ke APBD. Jadi, kami tidak pernah melihat duitnya.
P: Apakah diperhitungkan pro dan kontra terhadap langkah itu?
BA: oh jelas, saya habis-habisan dicaci maki. Karena itu saya disebut gubernur judi, gubernur maksiat.
Banyak ulama yang memprotes saya, tapi lama-lama mereka melihat kenyataannya. Perbaikan kampung yang saya lakukan untuk 3 juta orang Jakarta sekarang menjadi proyek nasional di daerah.
P: Bagaimana kenyataan pemberantasannya?
BA: saya hanya mengizinkan orang-orang yang biasa judi di Macao atau tempat lain. Saya punya catatannya. Yang bukan ahli judi, tidak bisa masuk. Yang mau iseng tidak bisa. Saya tahu ini melanggar agama. Tapi mau apa, saya mengambil manfaatnya untuk masyarakat. Saya akan mempertanggungjawabkannya nanti di akhirat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni sayt. Dia maha tahu.
P: Sampai sekarang, tidak menyesal karena itu?
BA: tidak. Tidak ada penyesalan. Itu nanti di akhiratlah. Nanti saya 'jelaskan' kepada Allah. Duit tidak ada, sedangkan tiga juta orang terlantar dalam segala hal kehidupan. Ada judi liar, saya resmikan. Caranya jujur dan terbuka
(Wawancara bang Ali dengan wartawan majalah "Sinar")
Dari buku "Pers bertanya, Bang Ali menjawab"
 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar