Hamengku Buwono IX Besar Dalam Keluarga Belanda

Salah satu sosok yang tidak bisa dilepaskan dalam sejarah bangsa Indonesia adalah Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Peranannya dalam diplomasi hingga penyusunan serangan umum 1 Maret turut serta membuktikan bahwa bangsa ini bangsa yang kuat.
Walau beliau terlahir sebagai putra mahkota namun ayahanda beliau Sultan Hamengku Buwana VIII mengirimnya dan dibesarkan di kalangan luar Kraton.

Sri Sultan Hamengku Buwana IX dilahirkan pada hari Sabtu Paing,12 April 1912 atau menurut tanggalan Jawa 25 Rabingulakir tahun Jimakir 1842 dengan nama Dorodjatun.
Beliau di lahirkan di rumah kediaman ayahnya Gusti Pangeran Puruboyo, Jalan Ngasem 13 Yogyakarta sekarang di kenal sebagai Pakudinengratan dari rahim Ibunda R.A.

Dorodjatun belum genap tiga tahun ayahnya di angkat menjadi putra mahkota kerajaan Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra ing Mataram. Sedangkan ibunya mendapat gelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom. Tetapi tidak lama setelah itu terjadi musibah atau masalah yang menyebabkan Raden Ayu Adipati Anom dipulangkan kerumah ayahnya KGPA Mangkubumi. Hal ini menyebabkan Dorodjatun berpisah dengan ibunda.

Saat umur empat tahun Dorodjatun dititipkan pada sebuah keluarga belanda (in de Kost). Dorodjatun dititipkan di keluarga Mulder seorang kepala sekolah Neutrale Hollands Javaanese Jongens School (NHJJS). Ayahnya meminta agar Dorodjatun di didik seperti orang biasa disiplin dan keras, tanpa ada abdi atau punakawan yang menyertai. Karena masih kecil ia hanya dibantu seorang pembantu keluarga Mulder.

Mulai saat itu Dorodjatun hidup dengan tatacara keluarga Belanda yang keras. Beliau diberi nama panggilan Hankie oleh keluarga Mulder. Beliau juga mulai diajak berinteraksi dengan bahasa Belanda dan nampak jelas juga berfikir dalam bahasa belanda. Karena begitu fasihnya Dorodjatun menggunakan bahasa Belanda, sehingga Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh Stachouwer pernah berkomentar “Bagaimana mungkin Anda bicara dalam bahasa Belanda tanpa aksen asing sedikitpun?”
Walaupun demikian bahasa Jawa tetap menjadi bahasa ibu bagi Dorodjatun.


0 komentar:

Posting Komentar