Dibalik Cerita Soekarno Kecil

Masa kanak-kanak adalah masa paling menyenangkan. Ketika kita bebas berlari, ketika kita bebas berexpresi. Mari kita sama-sama melihat kebelakan masa kecil bapak pendiri Republik Indonesia.

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Karena perbedaan keyakinan dan suku mereka di denda 25 ringgit yang nilainya sama dengan 25 dolar. Ibu Soekarno menjual perhiasannya untuk membayar denda tersebut. karena merasa tidak di sukai di bali Raden Soekemi mengajukan pindah tugas ke Surabaya dan di terima.

Tak ada yang bisa di banggakan dari Koesno Sosrodihardjo (nama lahir Ir Soekarno). Lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dari golongan keluarga miskin. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama Soekarno diambil dari "Karna" tokoh pahlawan dalam cerita Mahabharata. Inbuhan "soe" yang berarti baik.

Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Soekarno memiliki seorang kakak yang bernama Sukarmini.


Soekarno Paling Miskin

Ketika di Mojokerto ia tinggal di daerah miskin. Gaji ayahnya setengah untuk membayar uang kontrakan rumah. sehingga keadaan Sukarno saat itu sangatlah miskin. ini tergambar dalam ceritanya dalam buku penyambung lidah rakyat terjemahan karya Cindy Adams :
Ketika aku berumur enam tahun kami pindah ke Modjokerto. Kami tinggal didaerah jang melarat dan keadaan tetanggatetangga kami tidak berbeda dengan keadaan sekitar itu sendiri, akan tetapi mereka selalu mempunjai sisa uang sedikit untuk membeli pepaja atau djadjan lainnja. Tapi aku tidak. Tidak pernah.

Lebaran adalah hari besar bagi ummat Islam, hari penutup dari bulan puasa, pada bulan mana para penganutnja menahan diri dari makan dan minum ataupun tidak melewatkan sesuatu melalui mulut mulai dari terbitnja matahari sampai ia terbenam lagi. Kegembiraan dihari Lebaran sama dengan hari Natal. Hari untuk berpesta dan berfitrah. Akan tetapi kami tak pernah berpesta maupun mengeluarkan fitrah. Karena kami tidak punja uang untuk itu. Dimalam sebelum Lebaran sudah mendjadi kebiasaan bagi kanak-kanak untuk main petasan. Semua anak-anak melakukannja dan diwaktu itupun mereka melakukannja. Semua, ketjuali aku.

Dihari Lebaran lebih setengah abad jang lalu aku berbaring seorang diri dalam kamar-tidurku jang ketjil jang hanja tjukup untuk satu tempat-tidur. Dengan hati jang gundah aku mengintip keluar arah kelangit melalui tiga buah lobang-udara jang ketjil-ketjil pada dinding bambu. Lobang-udara itu besarnja kira-kira sebesar batubata. Aku merasa diriku sangat malang. Hatiku serasa akan petjah. Disekeliling terdengar bunji petasan berletusan disela oleh sorak-sorai kawankawanku karena kegirangan. Betapa hantjur-luluh rasa hatiku jang ketjil itu memikirkan, mengapa semua kawan-kawanku dengan djalan bagaimanapun dapat membeli petasan jang harganja satu sen itu dan aku tidak !

Keadaan ekonomi membuat Soekarno kecil tidak bisa merasakan seperti anak-anak pada umumnya. Kadang-kadang keluarga kecil ini Makan satu kali sehari, paling sering makan ubi kayu atau jagung. Jagung tumbuk jaman sekarang di jadikan pakan ayam adalah makanan sehari-hari Cikal bakal proklamator kemerdekaan ini. Jika berumtung ayah bisa membeli padi dari para petani, bukan beras seperti yang di jual di pasar-pasar.
Ayahnya seorang guru yang keras. Ia selalu menyuruh Soekarno kecil belajar menghafal abjad-abjad. Bahkan hingga berjam-jam terus-menerus.


Kenakalan Soekarno dan kerasnya sang ayah

Wajar anak-anak nakal. Tidak aneh bocah suka bermain-main. Nah, Sukarno kecil termasuk anak-anak kebanyakan. Yang membedakan barangkali, sikap orang tua menghadapi kenakalan anak. Yang membuat lain barangkali, setting situasi dan zaman yang berbeda.

Suatu hari sukarno kecil memanjat pohon jambu di pekarangan rumahnya, tidak sengaja ia menjatuhkan sarang burung. Ayahnya memarahinya dengan sangat keras.
"Kalau tidak salah aku sudah mengatakan padamu supaya menyayangi binatang.
Engkau dapat menerangkan arti kata-kata: 'Tat Twan Asi, Tat Twam Asi'?
Artinja 'Dia adalah Aku dan Aku adalah dia; engkau adalah Aku dan Aku adalah engkau'.
Dan apakah tidak kuadjarkan kepadamu bahwa ini mempunjai arti yang penting ?". amarah ayahnya.
Maksudnja, Tuhan berada dalam kita semua," jawab Soekarno dengan patuh.
Sekalipun Soekarno sudah meminta ma'af , bapaknya tetap memukul pantatnya dengan rotan

Dihari yang lain Soekarno diminta menjaga padi yang di jemur. Karena Soekarno kecil memiliki hasrat bermain ia meninggalkan padinya dan bermain di sungai mencari ikan. Padi yang di jemur ludes dipatok ayam. Ketika ayahnya melihat padi habis di makan ayam ia geram dan menyiapkan hukuman untuk Soekarno. Sepulang dari kali soekarno membawa seekor lele dan meminta ibunya memasaknya. Ayahnya yang tau ia sudah di rumah menyeretnya lalu memukul dengan kayu. Ibunya yang mencoba menyudahi juga ikut kena marah ayahnya. Lalu ibu mendekap Soekarno kecil dan mengajak melanjtkan memasak ikan. Sokarno terus mendekap ibunya karena ketakutan. walau sang ibu sambil memasak ikan ia terus menenangkan Soekarno kecil.

0 komentar:

Posting Komentar