Setiap Saat di Setiap Napas Hidupmu

Terkisahlah tentang dua orang bersaudara. Si sulung yang hidup dengan limpahan kekayaan mengguyuri. Setiap hari tak ada hentinya dia bersenang-senang menghamburkan uang. Berpesta bersama teman-temannya, bahkan melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma.



Di sisi yang lain, sang adik yang hidupnya penuh dengan kebahagian walaupun dia tidaklah sekaya saudaranya. Hari-hari ia lewati bersama orang-orang terkasih, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dicintainya dan takkan berpikir dua kali untuk memberikan bantuan bila ada orang yang membutuhkan pertolongan.



Setiap kejadian baik itu besar hingga hal-hal terkecil dalam hidupnya akan selalu ia syukuri.Namun akibat perbedaan mencolok dalam hidup mereka tersebut, mengakibatkan hubungan keduanya mulai renggang. Si adik yang tak pernah setuju dengan kehidupan yang dijalani oleh saudaranya, seringkali mencoba untuk mengajak sang kakak kembali ke jalan yang benar, namun sayangnya sang kakak yang tidak dapat menerima nasehat-nasehat adiknya itu akhirnya memberikan respon yang membuat adiknya bersedih. Si kakak yang marah memutuskan hubungan persaudaraan diantara mereka berdua, dia tak pernah ingin bertemu dengan adiknya lagi.



Beberapa tahun kembali berlalu. Ada sebab dan pastinya ada akibat, maka karma itupun datang. Si sulung mengalami kecelakaan dan mengakibatkan dirinya menjadi buta. Uang yang bertumpuk di rekeningnya pun tak mampu berbuat apa-apa demi mengobati kedua matanya. Kornea mata yang dibutuhkan olehnya untuk dilakukan operasi, tak semudah itu didapatkannya.



Tak bisa menerima kejadian yang menimpanya, berkali-kali ia mencoba bunuh diri. Namun sepertinya kematian tak ingin mendekati dirinya. Dan keadaan ini memperparah keadaannya yang makin putus asa.



Sang adik yang dulu ditolak olehnya, kini justru hanya dialah yang selalu menemani dan membesarkan hatinya.



Hingga suatu hari dalam keterpurukannya, dokter datang membawa berita gembira untuk si sulung. Mereka telah mendapatkan donor mata, dan operasi pun dapat segera dilakukan.



Betapa bahagianya si sulung dan ia hendak membagi kebahagiaan itu kepada adiknya yang selama ini dia tolak keberadaannya.

Namun alangkah hancur hatinya ketika mengetahui pendonor mata itu tak lain adalah adiknya sendiri yang meninggal dalam kecelakaan saat hendak menjenguk dirinya.



“Life is not measured by the number of breaths we take, but by the moments that take our breath away.”

0 komentar:

Posting Komentar